China Tertarik Beli Karbon RI, Perkebunan Kelapa Sawit Bisa Untung

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
23 October 2025 20:20
Perkebunan kelapa sawit (Anadolu Agency via Getty Images)
Foto: Perkebunan kelapa sawit (Anadolu Agency via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha kelapa sawit buka suara soal potensi China yang ingin berinvestasi karbon di Indonesia, mengingat China merupakan salah satu negara penghasil karbon cukup tinggi.

Hal ini diungkap oleh Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) sekaligus Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga dalam acara Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit, Kamis (23/10/2025).

"China sudah berkeinginan membeli emisi karbon di Indonesia, karena mereka kan penghasil karbon tertinggi saat ini," kata Sahat dalam paparannya, Kamis (23/10/2025).

Dengan adanya potensi China yang ingin membeli karbon di Indonesia, maka dana tersebut akan digunakan untuk mendanai pengembangan koperasi dan mesin pengolahan sawit di Indonesia.

"Mari kita kembangkan koperasi secepatnya. Kita cari dana dengan menjual karbon, emission karbon, untuk mendanai pengembangan koperasi dan mesin," lanjutnya.

Tak hanya itu saja, China juga siap membantu para petani untuk melakukan penanaman kembali atau replanting sawit hingga enam tahun dengan perkiraan anggaran mencapai Rp 171,2 triliun.

"Saya siap mendukung koperasi dan UMKM. Saya juga siap membawa China karena saya disampaikan ke China, berapa dana dibutuhkan untuk para petani semua? Untuk replanting saja saya perlu 6 tahun kira-kira Rp 171,2 triliun," ujarnya.

Sebelumnya pada Mei lalu, Sahat juga mengungkapkan China sudah mulai tertarik untuk berinvestasi dalam bentuk mesin-mesin sebesar US$ 9 miliar atau sekitar Rp 148,59 triliun (asumsi kurs Rp 16.510/US$).

"China akan bersedia memberikan bantuan investasi mesin pengolahan sebesar US$ 9 miliar, dan mereka juga berniat ingin membantu petani kita, dengan catatan mereka diberikan hak untuk membeli emisi karbon itu dan 35% dari hasil produksi sawit model baru bernutrisi tinggi, saat ini kami dengan China tengah dalam proses penjajakan," ungkap Sahat.

Menurutnya, investasi tersebut direncanakan berlangsung selama tujuh tahun dan dimulai pada 2026.

Dana tersebut akan difokuskan untuk pembangunan mesin-mesin tandan buah segar (TBS) dan pihaknya berharap nantinya petani dapat memanfaatkan lebih baik tidak hanya dari produksi, tetapi juga mendapat keuntungan dari penjualan emisi karbon.

Apalagi, Presiden Prabowo Subianto juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.

Aturan berisi 103 pasal ini ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada 10 Oktober 2025. Peraturan Presiden ini berlaku saat tanggal diundangkan, juga 10 Oktober 2025.

Dengan ini, potensi China yang akan membeli karbon dan juga turut membantu investasi dalam pemenuhan teknologi baru pengolahan sawit Indonesia dan peningkatan kesejahteraan petani sawit, maka tentunya sektor sawit Indonesia akan makin tumbuh pesat ke depannya.

Ketua Umum Dewan Minyak Sawit (DMSI) sekaligus Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga memberikan paparan di acara Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit, Kamis (23/10/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)Foto: Ketua Umum Dewan Minyak Sawit (DMSI) sekaligus Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga memberikan paparan di acara Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit, Kamis (23/10/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit (DMSI) sekaligus Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga memberikan paparan di acara Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit, Kamis (23/10/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)

(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Tarif Ekspor Naik, Emiten CPO Makin Terjepit?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular