Industri Dalam Negeri Perlu Dilindungi dengan Langkah Ini

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
18 October 2025 18:20
Pengunjung melihat produk kerajinan buah tangan di tenan Rumah tamadun UMKM lokal dari binaan BPDP di ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2025 di ICE BSD City, Tangerang, Sabtu (18/10/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pengunjung melihat produk kerajinan buah tangan di tenan Rumah tamadun UMKM lokal dari binaan BPDP di ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2025 di ICE BSD City, Tangerang, Sabtu (18/10/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Tangerang, CNBC Indonesia - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menekankan pentingnya tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measures) untuk melindungi industri nasional dari lonjakan jumlah barang impor yang menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius.

Hal tersebut dikemukakan dalam seminar Trade Expo Indonesia 2025 yang mengusung tema "Peranan KPPI dalam Melindungi Industri dalam Negeri" yang digelar pada ajang Trade Expo Indonesia (TEI) ke-40 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (17/10/2025).

Seminar yang dihadiri puluhan peserta dari berbagai asosiasi pelaku usaha tersebut dibuka oleh Ketua KPPI Julia Gustaria Silalahi dengan menghadirkan Kepala Sub Komite Penyelidikan Sektor Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan KPPI Ilham Adinusa, serta Kepala Sub Komite Penyelidikan Sektor Industri dan Pertambangan KPPI Adityo Prinadi sebagai narasumber. Sementara itu, Wakil Ketua KPPI, Amesta Yisca Putri bertindak sebagai moderator. 

"Kondisi pasar dunia saat ini menghadirkan tantangan besar bagi industri lokal. Liberalisasi perdagangan, ketegangan geopolitik, dan dinamika ekonomi global menyebabkan meningkatnya arus barang impor yang dapat mengancam kelangsungan industri dalam negeri. Oleh karena itu, safeguard measures sangat penting untuk memulihkan atau mencegah terjadinya kerugian serius bagi industri nasional," ujar Ketua KPPI, Julia Gustaria Silalahi.

Di sisi lain, Julia menambahkan, langkah-langkah safeguard measures dilakukan secara independen dan transparan dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk produsen, distributor, dan importir.

Dalam setiap penyelidikan safeguard measures, KPPI memastikan data dianalisis secara menyeluruh untuk menentukan apakah lonjakan barang impor benar-benar berdampak pada kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam negeri.

Safeguard measures, lanjut Julia, diterapkan sebagai instrumen sementara yang memberi waktu bagi pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian struktural, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat daya saing industri nasional. Dengan begitu, perlindungan yang diberikan tetap seimbang dan adil bagi seluruh ekosistem perdagangan.

Senada dengan Julia, Kepala Sub Komite Penyelidikan Sektor Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan Ilham Adinusa juga menekankan bahwa safeguard measures dapat melindungi industri dalam negeri akibat lonjakan barang impor melalui pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).

Tidak hanya itu, safeguard measures dinilai dapat meningkatkan produktivitas dan kapasitas terpakai, serta menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Safeguard measures juga dinilai mampu menambah penerimaan negara melalui BMTP.

Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), Indonesia merupakan negara yang paling aktif dalam memanfaatkan safeguard measures dengan 28 tindakan pengamanan pada 31 Desember 2024. Sementara itu, India menempati posisi kedua dengan 25 tindakan pengamanan, diikuti Turki pada posisi ketiga dengan 22 tindakan pengamanan.

Dalam seminar yang sama, Kepala Sub Komite Penyelidikan Sektor Industri dan Pertambangan, Adityo Prinadi menjelaskan mekanisme permohonan dan pelaksanaan penyelidikan safeguards measures. Menurut Adityo, permohonan safeguards measures dapat diajukan oleh industri dalam negeri, instansi pemerintah, serta asosiasi pelaku usaha yang merasa dirugikan akibat lonjakan barang impor kepada KPPI.

Setelah permohonan tersebut diajukan, KPPI akan melakukan penelitian bukti awal, menginisiasi penyelidikan, memberikan notifikasi mengenai pengenaan tindakan ke WTO, melakukan dengar pendapat (public hearing), melakukan verifikasi lapangan, dan membuat laporan hasil penyelidikan ke Menteri Perdagangan.

Selanjutnya, Menteri Perdagangan memiliki waktu sebanyak 30 hari kerja untuk pertimbangan keputusan nasional (PKN) dan memutuskan besaran serta jangka waktu pengenaan BMTP. Setelah itu, Menteri Keuangan memiliki waktu 30 hari kerja untuk menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan berupa tarif dan KPPI akan memberikan notifikasi kembali ke WTO.

"Langkah-langkah tersebut dilakukan untuk memberikan informasi yang jelas kepada semua pihak terkait produk yang dikenakan BMTP, besaran tarif, serta jangka waktu penerapannya. Dengan begitu, seluruh proses dilakukan secara transparan dari awal hingga akhir," tegas Adityo.

Tidak ketinggalan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Andrew Purnama yang hadir sebagai peserta seminar menyampaikan apresiasinya terhadap peran KPPI. Ia menilai, langkah safeguard measures yang diterapkan KPPI sangat penting, terutama bagi industri tekstil dan produk tekstil.

"Kami sudah lama mengikuti kegiatan KPPI. Kami berharap KPPI mampu mengakomodasi seluruh kepentingan dari ekosistem industri dalam negeri, terutama industri tekstil sehingga kepentingan tersebut terpenuhi dari hulu hingga hilir," tukas Andrew. 


(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Genjot Ekonomi RI, Pakar Sebut Tak Cukup Cuma Deregulasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular