Penumpang Qatar Airways Tewas Tersedak Setelah Diberi Makan
Jakarta, CNBC Indonesia - Seorang penumpang lanjut usia (lansia) yang merupakan seorang vegetarian meninggal dunia di tengah penerbangan Qatar Airways setelah tersedak makanan non-vegetarian yang disajikan kepadanya. Insiden tragis ini menyoroti kembali standar protokol maskapai mengenai pembatasan diet dan layanan penumpang.
Korban adalah Asoka Jayaweera, seorang pensiunan ahli jantung berusia 85 tahun dari California Selatan. Dr. Jayaweera diketahui telah memesan makanan vegetarian secara spesifik untuk penerbangan jarak jauh selama 15,5 jam tersebut, namun diberitahu oleh pramugari bahwa pesanan vegetarian tidak tersedia.
Alih-alih mendapatkan makanan sesuai permintaan, ia disajikan makanan reguler yang mengandung daging dan diinstruksikan untuk "makan di sekitar" bagian daging tersebut.
Insiden fatal tersebut terjadi di dalam pesawat Qatar Airways dalam penerbangan dari Los Angeles (AS) menuju Kolombo (Sri Lanka) pada Jumat (3/6/2023). Saat Jayaweera berusaha mengikuti instruksi untuk menghindari daging dalam makanannya, ia mulai tersedak dan kemudian kehilangan kesadaran.
Awak penerbangan segera berupaya memberikan bantuan, dan staf medis jarak jauh dari MedAire sempat dikonsultasikan.
Namun, kondisi Jayaweera terus memburuk. Penerbangan tersebut akhirnya dialihkan dan mendarat darurat di Edinburgh, Skotlandia, tempat Jayaweera dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (3/8/2023). Kematiannya disebabkan oleh pneumonia aspirasi, infeksi paru-paru yang terjadi akibat tidak sengaja menghirup makanan atau cairan.
Menanggapi insiden yang dituduh sebagai kelalaian serius ini, putra korban, Surya Jayaweera, baru-baru ini melayangkan gugatan kematian tidak wajar terhadap Qatar Airways. Gugatan tersebut secara tegas menuduh maskapai melakukan kelalaian dalam layanan penyediaan makanan dan respons medis yang diberikan kepada Jayaweera.
"Kami meminta ganti rugi sebesar US$128.821 (Rp2,14 miliar) untuk kelalaian dan kematian tidak wajar," ujar Surya, di mana angka ini merupakan jumlah minimum yang ditetapkan oleh undang-undang. Tuntutan hukum ini merujuk pada Konvensi Montreal, sebuah perjanjian internasional yang mengatur liabilitas penerbangan, yang mana Qatar dan Amerika Serikat merupakan anggotanya.
Konvensi Montreal ini menetapkan batas pembayaran ganti rugi wajib (statutory payout limit) untuk klaim kematian dan cedera di dalam pesawat, yakni sekitar US$175,000 (Rp 2,9 miliar). Dokumen gugatan menyatakan bahwa sebagai anggota konvensi, Qatar Airways tunduk pada liabilitas ketat untuk cedera pribadi atau kematian tidak wajar yang terjadi sebagai akibat dari kecelakaan dalam penerbangan internasional.
Kasus ini sontak memicu pertanyaan serius mengenai standar dan protokol maskapai penerbangan internasional perihal pembatasan diet spesifik dan perawatan penumpang, terutama bagi pelancong lanjut usia. Ini bukan kali pertama penumpang dengan diet ketat menghadapi tantangan yang membahayakan nyawa di tengah penerbangan.
Sebelumnya, bintang reality show Inggris, Jack Fowler, yang memiliki alergi kacang parah, dilaporkan nyaris meninggal dalam penerbangan Qatar Airways ke Dubai tahun lalu setelah disajikan kari ayam yang mengandung kacang.
Maskapai lain juga pernah mengalami masalah serupa. Penerbangan Singapore Airlines dari Frankfurt ke New York sempat dialihkan ke Paris karena seorang wanita berusia 41 tahun alergi kerang jatuh sakit parah setelah disajikan udang.
(tps/luc)