Cara Ini Ternyata Ampuh Bikin Negara Hemat Subsidi BBM
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa penerapan sistem QR Code dalam penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bisa membuat subsidi lebih tepat sasaran.
Melalui sistem ini, masyarakat yang berhak bisa lebih mudah mendapatkan subsidi, sementara kelompok yang tidak layak dapat teridentifikasi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menjelaskan, langkah tersebut merupakan bagian dari upaya efisiensi anggaran subsidi energi, terutama pada BBM, yang selama ini menelan anggaran cukup besar hingga ratusan triliun per tahun.
"Jadi kita juga ini meminta kepada Pertamina, jadi dengan adanya MyPertamina dan juga ada QR Code di dalam MyPertamina, jadi kendaraan-kendaraan tersebut dilakukan identifikasi pendataan. Jadi pada saat ini pengisian di dalam SPBU, jadi ini juga akan terlihat bahwa ini bisa mendapatkan subsidi dan tidak perlu mendapatkan subsidi," katanya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia Special Road to Hari Tambang dan Energi 2025, Rabu (8/10/2025).
Kebijakan tersebut terbukti membawa dampak positif terhadap efisiensi penggunaan anggaran. Melalui penggunaan QR Code, penyaluran BBM bersubsidi di Indonesia lebih terarah. Kendaraan mewah menjadi tidak bisa menggunakan BBM bersubsidi.
"Jadi untuk tepat sasaran ini misalnya untuk kendaraan-kendaraan yang kategori CC besar, mewah, dan juga ini kan juga tidak pantas juga untuk mendapatkan subsidi," imbuhnya.
Ia menegaskan, pemerintah akan terus memperkuat sistem digitalisasi dalam penyaluran subsidi energi, termasuk memperluasnya ke sektor lain seperti LPG bersubsidi. Dengan pengawasan berbasis teknologi ini, pemerintah berharap kebocoran subsidi dapat terus ditekan, sehingga anggaran negara bisa digunakan lebih optimal untuk kebutuhan masyarakat yang benar-benar berhak.
"Dari pengetatan implementasi dari QR Code Pertamina, ya ternyata itu juga ada terjadi efisiensi. Jadi dengan adanya efisiensi ini, ya kita harapkan untuk tahun 2025 dan 2026 ini bisa kita lakukan efisiensi semaksimal mungkin," tandasnya.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada regulasi yang secara tegas mengatur siapa saja yang berhak membeli BBM bersubsidi, khususnya bensin Pertalite. Karena itu, aturan mengenai konsumen yang berhak menggunakan BBM Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yakni Pertalite dan Jenis BBM Tertentu (JBT) yakni Solar Subsidi harus segera terbit.
Aturan ini nantinya akan tertuang di dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Negara Hemat Rp 12 Triliun
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman menyampaikan bahwa terjadi hal yang tidak biasa sejak Juli-Agustus 2025 ini atau terjadi shifting atau perubahan pola konsumsi masyarakat atas BBM, dari semula mengonsumsi BBM bersubsidi seperti Pertalite kini mengonsumsi BBM non subsidi seperti setara Pertamax atau RON 92.
"Jadi, konsumen yang tadinya pengguna RON 90 atau Pertalite itu cenderung turun dan beralih kepada RON yang lebih tinggi," terang Laode dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Rabu (1/10/2025).
Mengacu data yang dipaparkan Laode, penjualan harian BBM Pertalite pada 2025 ini turun menjadi 76.970 kilo liter (kl) dari yang sebelumnya mencapai 81.106 kl pada 2024.
Adapun penjualan BBM non subsidi meningkat pada 2025 ini menjadi 22.723 kl dari yang sebelumnya 19.061 kl pada 2024.
"Sebenarnya ini kalau dikaitkan dengan besaran kompensasi, maka kompensasi Pertalite itu turun dari Rp 48,9 triliun, diproyeksikan bisa terjadi efisiensi sehingga hanya menjadi RP 36,314 triliun, artinya ada efisiensi sebesar Rp 12,6 triliun dengan adanya shifting ini," ungkap Laode.
"Nah, estimasi (penurunan) penjualan bensin subsidi tahun 2025 sebesar 1,4 juta kl, kemudian penjualan bensin non-subsidi Pertamina 7 juta kl, ini meningkat 0,86 juta kl atau 14,02%. Kemudian, estimasi penjualan bensin non-subsidi 2025 yang non-Pertamina sebesar 1,35 juta kl atau meningkat 0,64 juta kl atau 91,3%," tegas Laode.
(wia)