Pengusaha Soal Program Magang: Jangan Cuma Diberi Tugas Buatkan Kopi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi meluncurkan program Magang Nasional 2025 hari ini, Selasa (7/10/2025), melalui laman resmi maganghub.kemnaker.go.id. Kalangan pengusaha pun menyambut baik langkah tersebut, tapi dengan catatan agar program ini berjalan efektif sesuai dengan tujuan memberikan keterampilan dan pengalaman lulusan baru.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam menilai program ini sangat positif dan sudah lama ditunggu dunia industri.
"Ya bagus. Menurut saya harus cepat dijalankan, diimplementasikan," ujar Bob saat ditemui di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta hari ini.
Namun, Bob mengingatkan agar perusahaan besar dan multinasional tidak bergantung pada dana pemerintah untuk menjalankan program magang. "Cuma kalau perusahaan-perusahaan besar, multinasional company, nggak usah lah minta duit sama negara lah. Bayar sendiri lah, malu dong," katanya.
Program Magang Nasional 2025 ini merupakan salah satu paket stimulus ekonomi pemerintah yang ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja bagi 20.000 lulusan baru atau fresh graduate.
Masa magang akan berlangsung selama 6 bulan, dengan peserta menerima insentif sebesar Rp3,3 juta per bulan. Program ini dibuka lintas sektor, meliputi makanan dan minuman, industri kreatif dan digital, komunikasi dan informasi, sektor publik, industri manufaktur, pariwisata, logistik dan transportasi, pertanian, serta sektor jasa lainnya.
Dengan dibukanya program Magang Nasional 2025 ini, Bob menekankan pentingnya kualitas dalam pelaksanaan magang, bukan sekadar formalitas. "Yang penting, magang itu ada instrukturnya, dan ada kurikulumnya. Jangan sampai magang cuma suruh bikin kopi doang. Tapi ada ilmunya yang didapat," tegas Bob.
Menurutnya, asosiasi pengusaha seperti Apindo sebaiknya juga dilibatkan dalam proses verifikasi agar magang benar-benar bermanfaat.
"Saya juga menyarankan ke pemerintah untuk melibatkan asosiasi pengusaha seperti Apindo. Nanti kita yang akan verifikasi. Ada nggak kurikulumnya, instrukturnya, peralatannya dan sebagainya," jelasnya.
Bob menilai, inti dari program magang adalah agar masyarakat tidak menganggur dan memiliki keterampilan yang bisa meningkatkan daya saing. "Intinya orang tuh nggak boleh nganggur. Jadi dia harus bekerja atau training," tukas dia.
Apindo, kata Bob, melihat sektor manufaktur dan jasa sebagai dua bidang utama yang membutuhkan tenaga terampil melalui magang.
"Untuk meningkatkan jasa, kemudian manufaktur, kemudian juga di sektor pariwisata. Itu menurut kita bagus lah. Jadi sebenarnya program ini sudah lama ditunggu," katanya.
Ia juga menilai program ini punya efek berganda (multiplier effect) bagi para peserta. "Yang pertama, setelah magang, mereka dapat uang. Nah uangnya itu bisa mereka pakai untuk buka usaha sendiri, bisa ikut pelatihan dengan skill yang lebih tinggi lagi. Itu yang sebenarnya kita harapkan," jelasnya.
Bob pun memberi contoh peserta magang yang berhasil mengembangkan keterampilannya hingga bekerja di luar negeri. "Kita punya contoh bagaimana orang selesai magang itu bisa ikut sekolah pengelasan, dia bisa diterima kerja di Jepang karena pegang sertifikasi," tuturnya.
Namun, ia juga mengingatkan agar pemagang selalu mendapatkan haknya, termasuk upah. "Makanya kalau kita sangat mendukung magang yang berbayar. Jangan magang yang nggak dibayar. Banyak juga kasihan dia magang terus nggak dibayar. Nggak boleh, magang itu harus dibayar," tegas dia.
Bob optimistis kuota 20 ribu peserta magang yang dibuka pemerintah per hari ini bisa langsung terserap oleh dunia usaha. "Langsung terserap," katanya singkat.
Bahkan, menurutnya, jumlah kebutuhan industri jauh lebih besar dari itu. "Kalau satu perusahaan katakanlah 50 orang, itu berarti 400 perusahaan. Sedangkan Apindo ada 5 ribu perusahaan. Itu kurang lebih 10 persen. Jadi kalau semua ikut, bakal oversubscribe," ujarnya.
Ia pun mengimbau agar anggota Apindo tetap aktif mengadakan program pemagangan secara mandiri, tidak hanya mengandalkan dana pemerintah. Di sisi lain, Bob berharap perdebatan lama soal magang tidak lagi muncul.
"Dulu kita kalau bikin magang dikejar-kejar serikat pekerja, dibilang tenaga kerja murah. Padahal ILO (International Labour Organization) sendiri merekomendasi. Jadi dengan adanya ini, menurut saya nggak boleh lagi ada dilema lah soal magang boleh apa enggak," ujarnya.
(hoi/hoi)