
Lengkap! Ini Beda Isi Aturan RUU P2SK Baru dengan Sebelum Revisi

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU P2SK yang merevisi UU Nomor 4 Tahun 2023 telah disepakati oleh seluruh fraksi di DPR saat rapat pleno harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Setelah rapat pleno yang digelar pada 30 September 2025, RUU P2SK itu akan dibawa ke Sidang Paripurna DPR untuk disahkan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. Sidang Paripurna DPR itu akan digelar pada Kamis (2/10/2025).
"Setelah bersama-sama kita mendengarkan pendapat akhir mini fraksi-fraksi, yang pada intinya semuanya menyetujui pengusul Pimpinan Komisi XI," ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) Bob Hasan di gedung DPR RI Jakarta, dikutip Rabu (1/10/2025).
Dalam RUU P2SK yang telah disepakati fraksi-fraksi di DPR saat rapat pleno di Baleg DPR, terdapat sejumlah penyesuaian ketentuan tiap pasal yang mengatur seluruh otoritas di sektor keuangan, mulai dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Berikut ini rincian lengkap perubahannya:
Bank Indonesia
1. Pembaruan Mandat Bank Indonesia
Pasal 7 RUU itu memperbarui mandat BI dalam UU BI yang sebelumnya juga telah diperbarui dalam UU 4/2024. Mandat BI kini terdiri dari dua hal, pertama ialah Bank Indonesia bertujuan mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas Sistem Pembayaran, dan turut menjaga stabilitas Sistem Keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kedua, Bank Indonesia dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 7 melaksanakan kebijakan dan bauran kebijakan Bank Indonesia yang dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.
Sebelumnya dalam UU P2SK yang lama di Pasal 7, disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah sebatas mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas Sistem Pembayaran, dan turut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
2. Dewan Gubernur BI dapat Perlindungan Hukum
Dalam Pasal 35E yang baru dimunculkan dalam RUU P2SK terbaru menyebutkan bahwa Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur, serta pejabat dan pegawai Bank Indonesia dalam pelaksanaan Undang-Undang ini mendapat pelindungan hukum jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan Pemberhentian Dewan Gubernur BI
Dalam Pasal 48 RUU P2SK hasil harmonisasi Baleg DPR disebutkan bahwa Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena yang bersangkutan: a. mengundurkan diri; b. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; c. tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; d. dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur; e. berhalangan tetap; atau f. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu, disebutkan pula bahwa Anggota Dewan Gubernur yang direkomendasikan untuk diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d berhak didengar keterangannya. Soal rekomendasi ini didasarkan pada 9A yang merupakan hasil dari evaluasi oleh Komisi DPR yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, moneter, dan sektor jasa keuangan.
"Pemberhentian anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden," dikutip dari ketentuan Pasal 48.
Adapun sebelumnya di Pasal 48 UU BI hanya berbunyi Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak kejahatan, atau berhalangan tetap.
4. Tambahan Pasal tentang Kewajiban Pengadaan Program Edukasi
RUU P2SK terbaru menambahkan Pasal 57A yang bunyinya ialah dalam rangka mendukung pelaksanaan tugasnya, Bank
Indonesia melaksanakan program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilakukan secara inklusif.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilakukan secara inklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
5. Tambahan Pasal soal Anggaran Tahunan
Dalam proses pembahasan anggaran tahunan BI di DPR, disematkan pasal tambahan dalam RUU P2SK, yakni Pasal 60A yang berbunyi Anggaran tahunan untuk kegiatan operasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf a ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor jasa keuangan.
Standar yang wajar di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk perlakuan khusus terhadap standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya manusia, organisasi, dan remunerasi.
Ketentuan mengenai standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya manusia, organisasi, dan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia setelah mendapatkan persetujuan dari DPR
6. DPR Evaluasi Kinerja BI, LPS, OJK dan Rekomendasi Bersifat Mengikat
Dalam Pasal 9A RUU P2SK disebutkan bahwa berdasarkan laporan kinerja kelembagaan, DPR dapat melakukan evaluasi kinerja terhadap Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 pada angka 58 dalam Pasal 7; b. Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
pada angka 17 dalam Pasal 8; dan c. Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 pada angka 29 dalam Pasal 9.
Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPR yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, moneter, dan sektor jasa keuangan dan disampaikan kepada pimpinan DPR dalam bentuk rekomendasi.
Hasil evaluasi kinerja dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti dan bersifat mengikat.
Otoritas Jasa Keuangan
1. Tambahan wewenang OJK
Dalam RUU P2SK terbaru, terdapat tambahan Pasal 8C yang mengatur kewenangan baru bagi OJK, yakni kewenangan dalam menetapkan pengaturan dan kebijakan lebih lanjut yang berkaitan dengan kegiatan industri jasa keuangan yang dapat berimplikasi langsung terhadap risiko maupun manfaat yang dapat diterima oleh nasabah dan/atau masyarakat, berimplikasi pada tingkat resiko industri jasa keuangan, atau berimplikasi pada stabilitas sistem keuangan.
2. Dewan Komisioner OJK Boleh dari Dalam atau Luar OJK
RUU P2SK menegaskan posisi dewan komisioner OJK dan peranan masing-masing anggotanya. Selain itu, kini juga ada penegasan soal asal anggota dewan komisioner yang boleh berasal dari dalam atau luar OJK. Hal ini termuat dalam ayat 5 Pasal 10
3. DK OJK Juga Mendapat Perlindungan Hukum
Pasal 21A RUU P2SK menetapkan bahwa Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, serta pejabat dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan Undang-Undang ini mendapat pelindungan hukum jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan Tambahan Pungutan di Sektor Jasa Keuangan
Dalam RUU P2SK ada tambahan ketentuan pungutan oleh OJK terhadap sektor jasa keuangan, melalui perubahan pada pasal 37. Tambahan ketentuannya di antaranya ialah pungutan terhadap sektor jasa keuangan digunakan Otoritas Jasa Keuangan sejak tanggal 1 Januari tahun berjalan.
Lalu, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan periode pembayaran pungutan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan dan tata kelolanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai periode pembayaran pungutan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah mendapat persetujuan DPR.
5. Bukan Hanya Bank Bermasalah OJK Juga Wajib Lapor Perusahaan Asuransi Bermasalah
Dalam Pasal 41 RUU P2SK disebutkan ketentuan baru informasi yang harus diserahkan OJK kepadal LPS dan Bank Indonesia, yakni informasi mengenai Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK disampaikan ke LPS.
Implikasinya ialah perubahan pada Pasal 42 yang bunyinya menjadi Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank, Perusahaan Asuransi, dan Perusahaan Asuransi Syariah yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan Otoritas Jasa Keuangan.
6. Juga Harus Gelar Program Edukasi dan Pemberdayaan
Sebagaimana ketentuan baru terhadap BI, OJK dalam Pasal 47A RUU P2SK juga memiliki tugas lain, yaitu dalam rangka mendukung pelaksanaan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilakukan secara inklusif.
7. Ketentuan Tambahan Soal Penghentian Penyidikan
Dalam Pasal 48C yang menjadi tambahan ketentuan baru disebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan berwenang menghentikan penyelidikan atau penyidikan dalam hal terdapat permintaan penyelesaian oleh pelapor dan/atau terlapor melalui mekanisme keadilan restoratif.
Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang menghentikan penyelidikan atau penyidikan dalam hal terdapat permintaan penyelesaian oleh pelapor dan/atau terlapor melalui mekanisme keadilan restoratif.
Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan melakukan mekanisme keadilan restoratif Otoritas Jasa Keuangan melibatkan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang betugas di Otoritas Jasa Keuangan.
Lalu, dalam hal Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan mekanisme keadilan restoratif penyidik Kepolisian Republik Indonesia melibatkan Otoritas Jasa Keuangan.
Atas permintaan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik Otoritas Jasa Keuangan, penuntut umum dapat menghentikan penuntutan setelah mendapat persetujuan dari Jaksa Agung melalui mekanisme keadilan restoratif.
Dalam hal mekanisme keadilan restoratif telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan syarat-syarat telah dipenuhi, terhadap perkara yang sama tidak dapat dilakukan lagi penuntutan.
8. Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuanga
Dalam Pasal 49, kini penyidik tindak pidana di sektor jasa keuangan terdiri dari pejabat penyidik pada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan. penyidik Otoritas Jasa Keuangan, dari sebelumnya terdiri dari pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; pejabat pegawai negeri sipil tertentu; dan c. pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
9. Urus Lembaga Jasa Keuangan Aset Kripto
Dalam Pasal 215A RUU P2SK disebutkan ketentuan lengkap soal Lembaga Jasa Keuangan atau LJK Aset Kripto, yang di antaranya aktivitasnya harus mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Penjamin Simpanan
1. LPS Jadi Lembaga Negara
Pasal 2 RUU P2SK menetapkan posisi baru LPS sebagai lembaga negara, bukan lagi sebatas badan hukum.
2. Perluasan Fungsi LPS
Dalam Pasal 4 RUU P2SK disebutkan fungsi baru LPS, yakni menjamin Simpanan Nasabah Penyimpan; b. menjamin polis asuransi; c. turut aktif dalam memelihara Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan kewenangannya; d. melakukan resolusi Bank; dan e. melakukan resolusi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah
Sementara itu, dalam UU P2SK yang lama fungsi LPS ialah menjamin Simpanan Nasabah Penyimpan; b. menjamin polis asuransi; c. turut aktif dalam memelihara Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan kewenangannya; d. melakukan resolusi Bank; dan e. melakukan penyelesaian permasalahan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan.
3. Ketentuan Baru Proses Resolusi Perusahaan Asuransi
RUU P2SK menambahkan pasal baru terkait dengan penyelesaian proses resolusi di LPS, yakni ditetapkan dalam Pasal 22A. Dalam Pasal itu disebutkan bahwa Proses penilaian Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah Dalam Resolusi dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah Dalam Resolusi.
Perkiraan biaya penyelamatan meliputi penambahan modal sampai Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah tersebut memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dan tingkat likuiditas.
Perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan memperhitungkan: a. biaya pembayaran klaim pemegang polis dan peserta yang dijamin; b. biaya talangan gaji terutang talangan pesangon pegawai; dan c. perkiraan penerimaan Lembaga Penjamin Simpanan dari penjualan aset Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya.
4. Ketentuan Tambahan Penyelamatan Perusahaan Asuransi oleh LPS
RUU P2SK menambahkan pasal baru untuk mengatur proses penyelamatan perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah dalam Pasal 24A. Bunyinya ialah Lembaga Penjamin Simpanan melakukan penyelamatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang ditetapkan sebagai Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah Dalam Resolusi dalam hal pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22A ayat (2) telah terpenuhi.
Pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris serta pegawai dan mantan pegawai Perusahaan Asuransi danPerusahaan Asuransi Syariah yang ditetapkan sebagai Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah Dalam Resolusi wajib untuk setiap saat memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
5. Penegasan susunan Pansel DK LPS
Dalam Pasal 65 RUU P2SK disebutkan ketentuan penegasan anggota Pansel DK LPS dari yang sebelumnya hanya disebutkan penetapannya melalui Keputusan Presiden. Dalam Pasal 65 yang baru, tertulis bahwa Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beranggotakan 6 (enam) orang yang terdiri atas unsur Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan unsur industri perbankan dan/atau perasuransian.
6. Rencana Kerja dan Anggaran LPS Kini Disetujui DPR
Pasal 86 RUU P2SK terbaru mengubah ketentuan terkati dengan pembahasan dan persetujuan rencana kerja dan anggaran LPS dari semula dengan Menteri Keuangan menjadi DPR.
Dalam hal DPR tidak menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan untuk kegiatan operasional, Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka rencana kerja dan anggaran tahunan untuk kegiatan operasional pada tahun anggaran sebelumnya.
7. Ketentuan Standar Wajar Anggaran LPS
RUU P2SK terbaru menambahkan pasal 86A yang mengatur bahwa Anggaran tahunan untuk kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) huruf a ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor jasa keuangan.
Standar yang wajar di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk perlakuan khusus terhadap standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya manusia, organisasi, dan remunerasi.
8. LPS Juga Harus Menggelar Program Edukasi
Tak hanya untuk BI dan OJK, RUU P2SK juga mengharuskan LPS melaksanakan program edukasi dan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 90A.
Pasal itu menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan tugasnya, Lembaga Penjamin Simpanan melaksanakan program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilakukan secara inklusif.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DPR Gelar Uji Calon DG BI Selasa Pekan Depan, Wakil Ketua LPS Rabu
