Antam Heboh Bolak-Balik Komunikasi dengan Kejagung, Ini Alasannya

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Senin, 29/09/2025 15:50 WIB
Foto: Direktur Utama di PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter menyampaikan paparan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube/Komisi VI DPR RI Channel)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) secara intensif sedang melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Hal itu menyangkut persoalan regulasi yang memicu ketidakpastian dalam penjualan produk mineral, khususnya feronikel dan bauksit.

Aturan tersebut adalah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.268 tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara.

Direktur Utama Antam Achmad Ardianto menyatakan, Kepmen itu mewajibkan perusahaan menjual produk tambangnya di atas atau minimal sesuai Harga Patokan Mineral (HPM).


Menurutnya, ketentuan ini tidak selaras dengan pemahaman aparat penegak hukum (APH), sehingga pihaknya merasa perlu menjalin komunikasi intens dengan pihak-pihak terkait.

Adapun Antam sedang berkomunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung dalam hal ini JAMIntel dan JAM Datun. Kemudian juga sudah dilakukan komunikasi dengan BPKP dan juga BPK.

"Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan solusi yang terbaik Pak. Karena ini kalau dalam tambang bauksit kami Pak, kami langsung gak bisa nambang Pak karena stockpile penuh," tegas Achmad Ardianto.

"Sementara kita hanya bisa menjual kepada yang terafiliasi dengan BAI dengan pihak Inalum. Untuk feronikel kita juga jadinya terkunci, kita stock-nya sudah hampir penuh. Kita hanya bisa jual kepada perusahaan yang kontraknya sudah berjalan dalam hal ini kemarin terakhir dengan Posco," tambah Achmad Ardianto.

Berdasarkan Kepmen No.268 tahun 2025 tersebut, perusahaan tambang mineral dan batu bara dalam melakukan penjualan mineral logam atau batu bara yang diproduksi harus mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM) atau Harga Patokan Batu Bara (HPB).

HPM atau HPB tersebut merupakan harga batas bawah penjualan mineral logam atau batu bara oleh perusahaan tambang atau pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap Operasi Produksi, IUPK ataupun Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Namun, bila harga mineral logam atau batu bara yang dijual atau tertera pada kontrak penjualan di bawah HPM atau HPB, maka HPM atau HPB tetap digunakan dalam penghitungan kewajiban perpajakan dan menjadi harga dasar dalam pengenaan iuran produksi.

Kepmen ESDM ini berlaku pada tanggal ditetapkan yakni 8 Agustus 2025.

Achmad Ardianto menambahkan, adapun industri yang tidak terdampak adalah perusahaan-perusahaan yang izinnya berasal dari Kementerian Perindustrian berupa IUI, atau bukan dari Kementerian ESDM.

"Yang perusahaan-perusahaan China yang IUI dasarnya mereka tidak terikat kepada peraturan Kepmen 268 Pak," paparnya.

Situasi yang ada tersebut dinilai menghambat operasional Antam secara signifikan, terutama pada penjualan feronikel yang hanya bisa dilakukan kepada mitra lama seperti Posco. Sementara, penjualan ke pihak lain dinilai tidak memungkinkan karena harga jual yang di bawah HPM bisa dianggap melanggar aturan oleh APH. "Nanti dampaknya kepada dividen dan juga kepada pajak Pak," tandasnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 50 Kapal Berlayar Lawan Israel-Harga Emas Antam Cetak Rekor