Antam Keluhkan Kesulitan Jual Feronikel-Bauksit, Ada Apa?

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
29 September 2025 14:03
Direktur Utama di PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter menyampaikan paparan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube/Komisi VI DPR RI Channel)
Foto: Direktur Utama di PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter menyampaikan paparan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube/Komisi VI DPR RI Channel)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengakui tengah mengalami kesulitan dalam penjualan feronikel dan bauksit. Akibatnya, tempat penyimpanan stok atau stockpile feronikel dan bauksit perusahaan sudah nyaris penuh.

Direktur Utama Antam Achmad Ardianto mengatakan, pihaknya saat ini memiliki tantangan dalam penjualan feronikel dan bauksit. Tantangan tersebut yaitu terkait adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.268 tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara.

Berdasarkan Kepmen No.268 tahun 2025 tersebut, perusahaan tambang mineral dan batu bara dalam melakukan penjualan mineral logam atau batu bara yang diproduksi harus mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM) atau Harga Patokan Batu Bara (HPB).

HPM atau HPB tersebut merupakan harga batas bawah penjualan mineral logam atau batu bara oleh perusahaan tambang atau pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap Operasi Produksi, IUPK ataupun Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Namun, bila harga mineral logam atau batu bara yang dijual atau tertera pada kontrak penjualan di bawah HPM atau HPB, maka HPM atau HPB tetap digunakan dalam penghitungan kewajiban perpajakan dan menjadi harga dasar dalam pengenaan iuran produksi.

Kepmen ESDM ini berlaku pada tanggal ditetapkan yakni 8 Agustus 2025.

"Adanya HPM Pak yang membuat kita harus benar-benar berhati-hati dalam penjualan dan itu bisa mengakibatkan inventory kita meningkat karena kita belum bisa menjual produk di timing yang tepat," ungkap Didi, sapaan Achmad Ardianto, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (29/09/2025).

"Jadi di dalam penjualan Pak isu utamanya adalah adanya Kepmen 268 yang mengatakan bahwa kita harus menjual minimum di HPM di harga penetapan minimum dari produk-produk bauksit dan feronikel," jelasnya.

Dia mengakui paham mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan ini. Namun di sisi lain, ada perbedaan cara baca aturan oleh aparat penegak hukum, sehingga pihaknya pun berhati-hati agar jangan sampai melakukan kesalahan.

"Jadi ada sedikit, jadi gini mungkin saya bisa gambarkannya bahwa semua pihak sebenarnya mempunyai itikad yang sama Pak. Baik pemerintah, legislatif maupun juga pelaku usaha. Persoalannya lebih ke arah bagaimana cara penegak hukum, aparat penegak hukum membaca aturan Pak," tuturnya.

"Jadi ada pada saat aturan Kepmen dikeluarkan, kemudian tentu saja kami sebagai pelaku usaha mencoba memahami Kepmen itu dalam konteks yang pasti agar jangan terjadi kesalahan Pak dalam hal pelaksanaannya," ujarnya.

"Nah di situ tergali Pak bahwa ternyata aparat penegak hukum bisa mempunyai pendapat yang berbeda dengan maksud dari Kepmen-nya. Nah tentu kan ini sekadar warning saja sebenarnya tapi tentu saja memperbaikinya membutuhkan komunikasi yang tepat Pak dengan pemerintah.

Sehingga maksud tujuan dari semua pihak ini benar-benar tidak perlu dikhawatirkan akan berakibat ke dalam hal yang tidak diduga sebelumnya Pak. Nah itu mengakibatkan bahwa penjualan PTBA, penjualan Antam juga kita harus benar-benar berhati-hati tidak bisa kita lakukan begitu saja. Itu kalau buat PTBA tentunya menimpa kepada produk utama mereka batu bara, bagi Antam Pak kita kena di feronikel dan juga di bauksit Pak," paparnya.

Namun demikian, kondisi ini menurutnya tidak terjadi bagi perusahaan pengolahan nikel dan bauksit yang berupa pemegang Izin Usaha Industri (IUI). Karena aturan ini hanya terkait pemegang IUP yang dikeluarkan Kementerian ESDM.

"Nah yang mungkin juga perlu menjadi perhatian di sini Pak bahwa hal ini hanya mengikat kepada industri yang terikat dengan peraturan ESDM Pak. Jadi yang mengikuti peraturan Kementerian Perindustrian, Pak itu tidak terikat Pak. Nah ini juga mungkin perlu diartikulasikan secara lebih tepat Pak karena bagi pabrik feronikel yang berasal dari IUI mereka tidak terikat kepada ini," jelasnya.

"Karena ini Kepmen ESDM Pak sehingga yang terdampak langsung adalah pelaku industri yang terintegrasi. Yang perusahaan-perusahaan China yang IUI dasarnya mereka tidak terikat kepada peraturan Kepmen 268 Pak. Kepmen 268 mengikat kepada peraturan yang terintegrasi jadi punya tambang, punya pabrik juga Pak," ucapnya.

Oleh karena itu, pihaknya kini juga berkomunikasi intensif dengan Kejaksaan Agung, dalam hal ini JAM Intel dan JAM Datun, serta dengan BPKP dan BPK.

"Nah saat ini kami sudah berkomunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung Pak dalam hal ini JAM Intel dan JAM Datun. Kemudian juga sudah berkomunikasi dengan BPKP dan BPK, mudah-mudahan kita bisa mendapatkan solusi yang terbaik Pak. Karena ini kalau dalam tambang bauksit kami Pak, kami langsung gak bisa nambang Pak karena stockpile penuh," ungkapnya.

"Sementara kita hanya bisa menjual kepada yang terafiliasi dengan BAI dalam hal ini Pak, dengan pihak Inalum. Untuk feronikel Pak kita juga jadinya terkunci Pak, kita stock-nya sudah hampir penuh. Kita hanya bisa jual kepada perusahaan yang kontraknya sudah berjalan dalam hal ini kemarin terakhir dengan Posco," ujarnya.

"Tapi dengan perusahaan-perusahaan lain kita tidak bisa jual di harga HPM Pak. Karena pemahaman terhadap Kepmen Pak lebih tepat. Karena pihak APH ternyata mempunyai pandangan bahwa statement di situ belum cukup jelas mengatakan bahwa dibolehkan menjual di bawah HPM Pak. Nanti dampaknya kepada dividen dan juga kepada pajak Pak," paparnya.

"Selanjutnya Pak, jadi kira-kira gambarannya seperti itu Pak operasional dan penjualan kita. Kita cukup optimis apabila kita mampu melewati Kepmen 268 dengan baik maka kita akan bisa meningkatkan penjualan kita sesuai dengan rencana Pak," tandasnya.

Perlu diketahui, hingga Semester I-2025 produksi feronikel Antam tercatat sebesar 9.067 ton nikel, turun 11% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 10.169 ton. Adapun hingga Desember 2024 produksi feronikel Antam tercatat mencapai 20.103 ton dalam setahun.

Sementara untuk bijih bauksit, Antam memproduksi 1.382.141 wet metric ton (wmt) hingga Juni 2025, melejit 155% dari Juni 2024 sebesar 542.929 wmt. Sementara produksi alumina hingga Juni 2025 tercatat sebesar 89.385 ton alumina, naik 42% dari periode yang sama tahun lalu 62.736 ton.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif Royalti Nikel Cs Berubah, Ini Dampaknya Bagi Antam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular