Waduh! Stok Feronikel-Bauksit Antam Nyaris Penuh Belum Terjual
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Antam Tbk (ANTM) mengeluhkan sulitnya menjul produk feronikel dan bauksit dari hasil produksi tambangnya. Hal ini mengakibatkan tempat penyimpanan komoditas tersebut atau stokpile menjadi penuh.
Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto menyampaikan bahwa dengan adanya Harga Patokan Mineral (HPM), perusahaan pertambangan menjadi benar-benar berhati-hati dalam menjual komoditasnya. Kewajiban HPM itu tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.268 tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara.
Achmad Ardianto menjabarkan, pada saat beleid itu keluar, para pelaku usaha mencoba memahami aturan tersebut dalam konteks yang pasti, supaya tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya. Namun, ada perbedaan pandangan dari aparat penegak hukum atas Kepmen tersebut.
"Nah tentu kan ini sekadar warning saja sebenarnya tapi tentu saja memperbaikinya membutuhkan komunikasi yang tepat dengan pemerintah. Nah itu mengakibatkan bahwa penjualan PTBA, penjualan Antam juga kita harus benar-benar berhati-hati tidak bisa kita lakukan begitu saja. Itu kalau buat PTBA tentunya menimpa kepada produk utama mereka batubara, bagi Antam Pak kita kena di feronikel dan juga di bauksit," terang Achmad Ardianto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Senin (29/9/2025).
Atas hal itu, PT Antam sudah berkomunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung dalam hal ini JAM Intel dan JAM Datun. Kemudian juga sudah dilakukan komunikasi dengan BPKP dan juga BPK.
"Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan solusi yang terbaik Pak. Karena ini kalau dalam tambang bauksit kami Pak, kami langsung gak bisa nambang Pak karena stockpile penuh," tegas Achmad Ardianto.
"Sementara kita hanya bisa menjual kepada yang terafiliasi dengan BAI dengan pihak Inalum. Untuk feronikel kita juga jadinya terkunci, kita stock-nya sudah hampir penuh. Kita hanya bisa jual kepada perusahaan yang kontraknya sudah berjalan dalam hal ini kemarin terakhir dengan Posco," tambah Achmad Ardianto.
Dijelaskan, bahwa Antam tidak bisa menjual kepada perusahaan lain lantaran adanya perbedaan pemahaman terhadap Kepmen tersebut.
"Adanya HPM Pak yang membuat kita harus benar-benar berhati-hati dalam penjualan dan itu bisa mengakibatkan inventory kita meningkat karena kita belum bisa menjual produk di timing yang tepat," ungkap Didi, sapaan Achmad Ardianto, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (29/09/2025).
"Jadi di dalam penjualan Pak isu utamanya adalah adanya Kepmen 268 yang mengatakan bahwa kita harus menjual minimum di HPM di harga penetapan minimum dari produk-produk bauksit dan feronikel," jelasnya.
Kepmen 268/2025
Berdasarkan Kepmen No.268 tahun 2025 tersebut, perusahaan tambang mineral dan batu bara dalam melakukan penjualan mineral logam atau batu bara yang diproduksi harus mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM) atau Harga Patokan Batu Bara (HPB).
HPM atau HPB tersebut merupakan harga batas bawah penjualan mineral logam atau batu bara oleh perusahaan tambang atau pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap Operasi Produksi, IUPK ataupun Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Namun, bila harga mineral logam atau batu bara yang dijual atau tertera pada kontrak penjualan di bawah HPM atau HPB, maka HPM atau HPB tetap digunakan dalam penghitungan kewajiban perpajakan dan menjadi harga dasar dalam pengenaan iuran produksi.
Kepmen ESDM ini berlaku pada tanggal ditetapkan yakni 8 Agustus 2025.
(pgr/pgr)