CNBC Insight

Salah Perhitungan, Tsunami Raksasa Gulung Jepang-Mayat Bergelimpangan

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Sabtu, 27/09/2025 18:15 WIB
Foto: Pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi, rusak akibat gempa bumi dan tsunami besar pada 11 Maret 2011, terlihat dari dekat pelabuhan perikanan Ukedo di kota Namie, timur laut Jepang, Kamis, 24 Agustus 2023. (AP/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Terjangan tsunami di Jepang pada 2011 silam menimbulkan luka yang mendalam bagi masyarakatnya. Sebab, tragedi bencana alam itu di luar prediksi pemerintah.

Kejadian itu bermula pada 11 Maret 2011. Seorang korban selamat dari tsunami itu, yakni Ryo Kanouya bercerita, mulanya keadaan di Jepang tak ada bedanya dengan hari-hari biasa.

Ia sempat bergegas keluar dari rumah untuk pergi kerja. Setelah sampai di kantor dia pun fokus kerja dari pagi hingga siang. Begitu juga rekan kerjanya yang lain. Semua fokus kerja pada hari itu.


Namun, situasi normal ini berubah saat jam menunjukkan pukul 15.30 waktu setempat. Ponsel Ryo dan semua temannya berdering. Ada notifikasi gempa yang kemudian diikuti guncangan besar di wilayah Fukushima.

Bangunan-bangunan bergoyang hebat. Masyarakat berhamburan mencari perlindungan. Kuatnya guncangan menyulitkan mereka untuk berjalan atau berlari menyelamatkan diri.

Efek gempa itu membuat banyak bangunan ambruk. Pohon dan tiang listrik roboh dalam sekejap. Semua itu berakhir 6 menit kemudian. Ryo pun langsung menenangkan diri dari gempa besar. Sayang, semua tak berakhir pada pukul 15.36.

"Saat kami berusaha menenangkan diri dari gempa besar itu, peringatan tsunami dikeluarkan," ungkap Ryo kepada National Geographic, dikutip Sabtu (27/9/2025).

Otoritas terkait menyebut tsunami mendatang mencapai tiga meter. Perusahaan pun langsung memerintahkan semua karyawan untuk bergegas pulang membantu warga.

Ryo segera manut dan segera pulang ke rumah yang kebetulan hanya berjarak 1 Km dari pinggir pantai.

Sesampainya di rumah, Ryo ditenangkan oleh keluarga yang berpikir peringatan tsunami sudah selesai. Toh, setelah beberapa menit, air tak kunjung naik ke daratan. Sayang, perkiraan keluarga salah dan ketakutan Ryo yang benar.

Saat melihat ke jendela, pria kelahiran 1990 itu terkejut. Ternyata air bergerak bak kilat dan langsung berada di depan matanya. Dia pun tak bisa menghindar dan hanya pasrah saat gelombang air menerjang jendela dan tembok rumah.

Awalnya, Ryo yakin rumahnya bakal bertahan. Namun, gelombang yang makin tinggi dan arus makin kuat akhirnya meratakan tempat tinggalnya. Ryo pun terombang-ambing dan sudah menghirup banyak air. Saat situasi normal, diketahui gelombang tsunami mencapai ketinggian 40 meter.

"Lebih baik saya menghembuskan udara yang tersisa di paru-paru saya untuk mati," kenang Ryo.

Dia pun otomatis terpisah dengan keluarga. Ryo ingat dia terombang-ambing di atas air dengan memegang lemari. Pada titik ini dia merasa lega, tetapi timbul rasa iba atas nasib orang kurang beruntung.

Sejauh mata memandang, dia melihat banyak orang tenggelam. Ada juga yang mencoba bertahan hidup di atas tumpukan puing. Ada juga yang sudah mengapung tanda tak lagi bernyawa.

"Saya pun menunggu sampai permukaan air surut, perlahan-lahan turun saat air surut sampai saya kembali menginjak tanah," terang Ryo.

Saat menginjak tanah, kaki Ryo langsung lemas. Setelah melewati 'kiamat', dia melihat Fukushima rata dengan tanah. Banyak orang meninggal. Ada juga yang luka-luka. Ryo sendiri masih sehat tanpa luka. Dia hanya terancam mati kedinginan.

Namun, ada satu hal yang patut disyukuri: Ryo, ayah, ibu, dan saudara perempuan masih selamat. Hanya neneknya yang hilang entah kemana, diduga meninggal dan tak bisa ditemukan sampai sekarang.

Bencana Belum Berakhir

Saat situasi normal, pemerintah Jepang mencatat tsunami disebabkan oleh gempa berkekuatan M9 dan masuk kategori megathrust. Getaran tersebut membuat gelombang tsunami setinggi 40 meter yang bergerak hingga 700 Km/Jam.

Situs Britannica mencatat, gempa dan tsunami membuat 18.500 orang meninggal, 10.800 hilang, dan 4.000 orang luka-luka. Ini belum memperhitungkan ribuan rumah warga yang tak bisa lagi ditempati.

Meski begitu, bencana tak kunjung berakhir. Sehari setelah bencana alam, otoritas mengumumkan reaktor nuklir Fukushima bocor.

Akibatnya, inti nuklir mencemari lingkungan dan membuat kota Fukushima tak bisa lagi ditempati. Alhasil, penduduk menjalani kehidupan sesuai peribahasa: sudah jatuh tertimpa tangga.

Sanggahan:

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Detik-detik Tsunami Hantam Rusia Akibat Gempa M 8,7