
Timah RI Mengandung 'Harta Karun Strategis' yang Dibutuhkan Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menjadi salah satu negara penghasil timah terbesar di dunia. Tak di sangka, ternyata dari hasil produksi timah juga mengandung mineral ikutan yang bernilai strategis dan dibutuhkan dunia untuk 'masa depan'.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Restu Widiyantoro menjelaskan bahwa selama ini perusahaan tidak menyadari nilai dari sisa hasil produksi (SHP) timah. Akibatnya, mineral ikutan tersebut dibuang tanpa pemanfaatan yang lebih optimal.
"Kami sudah putuskan bahwa semua SHP yang selama ini dibuang di laut kami kumpulkan dan kami jaga untuk tahan untuk pengelolaan mineral ikutan atau hilirisasi di Timah nantinya," ujarnya dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI.
Restu mengatakan pihaknya baru saja mendapat arahan dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto selaku Kepala Badan Industri Mineral untuk mulai mengelola mineral ikutan tersebut.
"Kami mendapat arahan dan bertemu langsung dan dikunjungi oleh Bapak Menteri Dikti, Menteri Pendidikan Tinggi. Baru empat hari yang lalu. Dan di situ alhamdulillah kami mendapat arahan untuk mulai mengelola SHP di Timah," katanya.
Oleh karena itu, mulai saat ini PT Timah akan mengubah praktik tersebut dengan mengumpulkan seluruh SHP untuk diolah lebih lanjut. Sayangnya, ia tak menjelaskan detil, apa mineral turunan timah tersebut.
Yang jelas, salah satu mineral ikutan pada komoditas timah yang bernilai yaitu monasit karena mengandung Logam Tanah Jarang (LTJ).
Mengutip Booklet Logam Tanah Jarang yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020, potensi mineral tanah jarang di Indonesia berasal dari beberapa produk turunan dari hasil pengolahan sejumlah mineral, seperti timah, emas, alumina, pasir zircon hingga nikel.
Adapun lokasinya mayoritas berada di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.
Logam Tanah Jarang (LTJ) ini merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).
Logam tanah jarang ini juga digunakan untuk bahan baku pembuatan alutsista di industri pertahanan.
Pemerintah Melarang Ekspor
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa seluruh turunan dari hasil pengolahan timah tidak bisa diekspor. Adapun, seluruh turunan tersebut akan dilindungi dan dikuasai oleh negara.
Menurutnya, turunan dari material timah menyimpan potensi mineral strategis yang menjadi incaran dunia, salah satunya seperti Logam Tanah Jarang (LTJ) atau rare earth element.
"Karena itu, sudah saya perintahkan, sudah saya buat keputusan, bahwa seluruh turunan daripada hasil processing Timah itu tidak bisa diekspor. Dilindungi semuanya dan ditempatkan pada tempat yang baik, karena itu akan dikuasai oleh negara," ujar Bahlil di Kementerian ESDM, Jumat (26/9/2025).
Di samping itu, saat ini pemerintah juga telah membentuk Badan Industri Mineral yang bertugas mengkaji nilai tambah dari hasil turunan timah, termasuk logam tanah jarang.
"Komoditas ini sangat strategis. Tidak hanya itu, beberapa wilayah yang IUP-nya itu belum diterbitkan, kami akan fokuskan, diprioritaskan sebesar-besarnya dikuasai oleh negara. Lewat BUMN milik negara," kata Bahlil.
Adapun, mineral langka ini didapatkan dari sisa hasil produksi (SHP) timah yang selama ini dibuang begitu saja. Padahal, mineral ikutan timah seperti monasit, zirkon, dan xenotim mengandung unsur LTJ.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Harta Karun' di PT Timah Tinggal 20 Tahun Lagi