Harga Rusun Subsidi di Jakarta Mau Dikaji Ulang, Tanda-Tanda Mau Naik?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Jumat, 26/09/2025 16:50 WIB
Foto: Suasana penyerahan kunci Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Pasar Rumput, Jakarta, Kamis (28/11/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mengkaji ulang regulasi harga rumah susun bersubsidi, khususnya untuk hunian vertikal atau high-rise building di wilayah perkotaan padat seperti DKI Jakarta. Aturan yang selama ini digunakan dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi pasar saat ini, sehingga membuat minat pengembang untuk membangun rumah susun makin menurun.

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan pembahasan lintas kementerian untuk merevisi aturan harga jual per meter persegi rumah susun subsidi.

"Kalau suplainya ada, yang diperlukan sekarang adalah penyesuaian regulasi untuk harga per meter persegi dari high-rise building atau rumah vertikal. Sekarang masih kita diskusikan dengan Kementerian PKP dan dengan BPS juga untuk bisa ada penyesuaian harga per meter persegi dengan melakukan benchmarking juga ke pemerintah DKI," ujar Heru di Jakarta, Jumat (26/9/2025).


Menurutnya, salah satu penyebab stagnasi suplai rumah susun subsidi adalah karena harga yang ditetapkan pemerintah masih menggunakan acuan lama, sementara biaya konstruksi dan lahan di perkotaan sudah jauh meningkat.

"Karena peraturan lama yang mengatur harga per meter persegi rumah susun maupun per unitnya itu sudah jauh ketinggalan sehingga dari sisi supply ya pengembang nggak tertarik karena harganya nggak masuk, ini yang masih perlu kita review. Idealnya berapa per meter persegi itu," jelasnya.

Foto: Suasana penyerahan kunci Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Pasar Rumput, Jakarta, Kamis (28/11/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Suasana penyerahan kunci Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Pasar Rumput, Jakarta, Kamis (28/11/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Dalam perhitungan awal, kata Heru, gap antara harga lama dan kondisi saat ini cukup signifikan.

"Aturan lama masih sekitar Rp 9 jutaan per meter persegi, untuk wilayah DKI saat ini mungkin per meter persegi sekitar angka Rp 14 jutaan ya dan fitur rumahnya tetap," ungkapnya.

Lebih lanjut, Heru menjelaskan alasan pemerintah menggunakan pendekatan harga per meter persegi dalam skema rumah susun subsidi. Skema ini dinilai lebih fleksibel dan mudah dipahami, baik oleh pengembang maupun masyarakat penerima manfaat.

"Kenapa kita atur per meter persegi? Karena fitur rumahnya sama seperti FLPP dengan rumah tapak tipe minimal 21, maksimal 36. Kalau nanti pengembang mengembangkan satu unit rusunami tipe 27 tinggal kali aja 27m kali harga per meter persegi, harga jual belinya seperti itu," katanya.

Dengan penyesuaian ini, BP Tapera berharap pengembang kembali tertarik membangun rumah susun subsidi di kota-kota besar, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap memiliki akses terhadap hunian layak dan terjangkau di lokasi strategis.

Adapun salah satu bangunan hunian vertikal yang sudah dibangun dan berada di tengah kota Jakarta yakni Wisma Atlet Kemayoran, namun peruntukannya saat ini tidak jelas.

"Kalau itu kewenangannya Kementerian PKP," ujar Heru.


(fys/wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dari Nelayan hingga Guru, BP Tapera Bantu Wujudkan Rumah Layak