RI Punya 'Harta Karun' Incaran Dunia Tapi Terbuang, Harganya Selangit!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Jumat, 26/09/2025 10:31 WIB
Foto: Rare earth element atau yang juga dikenal dengan sebutan logam tanah jarang (LTJ) . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Timah Tbk (TINS) berencana menggarap "harta karun" yang saat ini diincar dunia. Harta karun yang dimaksud adalah mineral dari sisa hasil produksi (SHP) timah yang selama ini dibuang begitu saja.

Padahal, mineral ikutan timah seperti monasit, zirkon, dan xenotim mengandung unsur Logam Tanah Jarang (LTJ).

Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Restu Widiyantoro menjelaskan bahwa selama ini perusahaan tidak menyadari nilai dari sisa hasil produksi (SHP) timah. Akibatnya, mineral ikutan tersebut dibuang tanpa pemanfaatan yang lebih optimal.


"Kami sudah putuskan bahwa semua SHP yang selama ini dibuang di laut kami kumpulkan dan kami jaga untuk tahan untuk pengelolaan mineral ikutan atau hilirisasi di Timah nantinya," ujarnya dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Jumat (26/9/2025).

Restu mengatakan pihaknya baru saja mendapat arahan dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto selaku Kepala Badan Industri Mineral untuk mulai mengelola mineral ikutan tersebut.

"Kami mendapat arahan dan bertemu langsung dan dikunjungi oleh Bapak Menteri Dikti, Menteri Pendidikan Tinggi. Baru empat hari yang lalu. Dan di situ alhamdulillah kami mendapat arahan untuk mulai mengelola SHP di Timah," katanya.

Oleh karena itu, mulai saat ini PT Timah akan mengubah praktik tersebut dengan mengumpulkan seluruh SHP untuk diolah lebih lanjut.

Sebagaimana diketahui, logam tanah jarang (LTJ) ini merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).

Logam tanah jarang ini juga digunakan untuk bahan baku pembuatan alutsista di industri pertahanan.

Beberapa material alutsista menggunakan unsur LTJ sebagai unsur paduan, antara lain material Terfenol-D, paduan tiga logam terdiri dari Terbium (Te), Iron (Fe), dan Dysprosium (Dy) sebagai material peredam gelombang sonar pada teropong bidik senapan malam (TBSM) untuk material optic Yttrium aluminium garnet (YAG) dan lainnya.

Di Indonesia, potensi mineral tanah jarang berasal dari beberapa produk turunan dari hasil pengolahan sejumlah mineral, seperti timah, emas, alumina, pasir zircon hingga nikel.

Harga Fantastis

Chairman Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengungkapkan bahwa LTJ menjadi mineral yang cukup penting karena mempunyai segudang manfaat. Salah satunya yakni untuk kebutuhan untuk industri pertahanan dan harganya cukup mahal.

"Jadi pengembangan LTJ itu untuk industri pertahanan tapi LTJ kan selain pertahanan kan bisa buat harganya memang mahal," kata Irwandy ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

Adapun, sepanjang 2025, neodymium menjadi logam tanah jarang dengan kenaikan harga paling signifikan. Dalam beberapa waktu terakhir, harganya melonjak tajam.

Mengutip Data Trading Economics, Rabu (24/9/2025) harga neodymium stagnan di level CNY 785.000/ton atau sekitar Rp 1,84 miliar per ton pada 19 September 2025.

Dalam sebulan terakhir, harga neodymium naik 1,28%, dan melonjak 48,82% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, berdasarkan perdagangan kontrak berjangka (CFD) yang mencerminkan pasar acuan komoditas ini.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Ketemu Panglima TNI & Menhan, Bahas Soal Ini