
Resmi Berlaku, WTO Sepakat Larang Subsidi IUU Fishing-Overfishing

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembatasan subsidi perikanan yang digagas Organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO), resmi berlaku. Setelah Brasil, Kenya, Vietnam, dan Tonga menyampaikan instrumen penerimaan ke WTO.
Dengan demikian, memenuhi syarat batas dukungan dua pertiga anggota WTO yang dibutuhkan agar suatu perjanjian di WTO dapat mulai berlaku. Hal ini terungkap dari rapat khusus Dewan Umum (General Council) WTO pada hari Senin (15/9/2025). Perjanjian ini melarang-membatasi pemberian subsidi atas praktik penangkapan ikan berlebihan atau overfishing, termasuk yang ilegal dan tidak dilaporkan.
Disebutkan, para anggota WTO menyambut berlakunya Perjanjian WTO tentang Subsidi Perikanan. Perjanjian ini mewajibkan anggotanya membatasi atau menekan pengeluaran tahunan yang bernilai miliaran dolar AS untuk subsidi perikanan. Subsidi ini dituding sebagai biang kerok semakin menipisnya stok ikan di laut.
"Di saat sistem perdagangan internasional menghadapi tantangan yang berat, Perjanjian Subsidi Perikanan mengirimkan sinyal kuat bahwa anggota WTO dapat bekerja sama dan bertanggung jawab bersama untuk memberikan solusi bagi tantangan global," kata Dirjen WTO Ngozi Okonjo-Iweala dalam keterangan di situs resmi, dikutip Rabu (17/9/2025).
"Perjanjian yang telah berlaku ini menjadi pengingat bahwa banyak tantangan terbesar yang kita hadapi dapat ditangani secara lebih efektif di tingkat multilateral. Masyarakat dan negara membutuhkan multilateralisme yang memberikan hasil, itulah mengapa hari ini (15 September 2025) begitu meyakinkan," ujarnya, saat berpidato di rapat khusus tersebut.
Ditambahkan, Mali dan Oman juga sudah meratifikasi perjanjia itu dan akan menyampaikan isntrumen penerimaan mereka segera.
Perjanjian tentang Subsidi Perikanan ini oleh anggota WTO disebut sebagai tonggak penting, menegaskan komitmen sistem perdagangan multilateral dan planet yang lebih berkelanjutan.
Juga, menandai komitmen dan peran kunci para anggota untuk memulihkan stok ikan, melindungi mata pencaharian masyarakat nelayan, dan meningkatkan ketahanan pangan.
"Dengan menetapkan aturan yang melarang bentuk terburuk dari subsidi perikanan yang merugikan, Perjanjian WTO tentang Subsidi Perikanan akan membantu melindungi persediaan ikan dunia dan mata pencaharian ratusan juta orang yang bergantung pada perikanan untuk makanan, pendapatan, dan pekerjaan", tulis WTO.
Perjanjian tentang Subsidi Perikanan merupakan adopsi dari konsensus pada Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-12 di bulan Juni 2022. Pada dasarnya, prinsip Perjanjian tersebut melarang subsidi untuk penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unregulated, unreported/ IUU fishing), penangkapan ikan terhadap stok ikan yang ditangkap secara berlebihan, dan untuk penangkapan ikan di laut lepas yang tidak diatur.
Disebutkan, pada tahun 2021, sekitar 35,5% stok ikan global mengalami penangkapan ikan berlebih. Angka ini melonjak dari tahun 1974 yang mencapai 10%. Diperkirakan, subsidi untuk penangkapan ikan laut mencapau US$35 miliar secara global. Dari angka ini, diprediksi sekitar US22 miliar dianggap merugikan, berkontribusi pada penipisan stok ikan laut.
Dana Perikanan WTO
Sementara itu disebutkan, para menteri WTO membentuk Dana Perikanan WTO untuk menyediakan bantuan teknis dan pengembangan kapasitas bagi negara-negara berkembang dan kurang berkembang. Yang mereka butuhkan untuk melaksanakan kewajiban baru itu dan bisa mengelola perikanannya secara mandiri dan lebih berkelanjutan.
Terungkap, 17 anggota telah menyumbang senilai total US$18 juta ke Dana Perikanan WTO.
![]() Pembatasan subsidi perikanan WTO berlaku resmi (15/9/2025). (Dok. WTO) |
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: AS Desak RI Sampaikan Laporan Data Subsidi Industri Ke WTO
