Internasional

NATO Belum Siap Lawan Rusia, Eropa Butuh "Tembok Drone"

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Jumat, 12/09/2025 19:50 WIB
Foto: NATO. (REUTERS/Johanna Geron/File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Aliansi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dinilai belum siap menghadapi serangan udara skala besar dari Rusia. Hal ini mencuat setelah 19 drone milik Moskow melintasi wilayah Polandia, anggota NATO, pada Rabu (10/9/2025).

"Tidak ada negara selain Israel yang punya kemampuan menghadapi serangan udara besar dan berkelanjutan. NATO belum memiliki kapasitas itu," ujar Sam Cranny-Evans, peneliti Royal United Services Institute (RUSI), kepada Newsweek, Jumat (12/9/2025).

Menurut para analis, persoalan utama bukan kualitas sistem pertahanan udara Eropa, melainkan jumlahnya yang terbatas. Selama beberapa tahun, stok peralatan banyak dialihkan ke Ukraina, sementara kapasitas produksi rudal pencegat baru berjalan lambat.


"Eropa memiliki sistem pertahanan yang mumpuni secara individu, tetapi volumenya belum cukup untuk mempertahankan diri jika terjadi perang besar," kata Matthew Savill, Direktur Ilmu Militer di RUSI.

Kondisi ini membuat para pejabat Eropa mendorong percepatan pembangunan "tembok drone" sebagai benteng pertahanan udara berlapis. Andrius Kubilius, Komisaris Eropa untuk Pertahanan dan Antariksa, menegaskan bahwa Uni Eropa harus segera membangun "tembok drone" di sepanjang sisi timurnya untuk menahan ancaman Moskow.

Konsep tembok drone mencakup penggunaan drone pencegat, rudal, meriam, hingga teknologi peperangan elektronik untuk menjatuhkan atau mengelabui pesawat nirawak musuh.

"Kita perlu meningkatkan pertahanan, tapi tidak ada solusi instan," kata Steve Wright, pakar drone asal Inggris.

Perusahaan pertahanan mulai menawarkan solusi. DroneShield, penyedia sistem anti-drone asal Australia, mengaku telah memiliki hampir 50 militer nasional sebagai klien dan menandatangani kontrak senilai US$40 juta dengan salah satu negara Eropa. Sementara itu, MARSS mengembangkan drone pencegat yang mampu menghajar target dari jarak 5 km dengan biaya lebih murah dibanding rudal.

"Masalahnya, Eropa dan NATO tertinggal lima tahun. Timur Tengah sudah mengalokasikan anggaran dan membangun tembok drone, sementara Eropa belum melakukan apa pun," tegas Johannes Pinl, CEO MARSS.

Meski sejumlah negara Eropa berkomitmen meningkatkan anggaran militer, para analis menilai kemampuan pertahanan udara baru akan signifikan pada 2030. Hingga saat itu, NATO dipandang masih menghadapi celah pertahanan serius jika Rusia melancarkan serangan skala besar.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polandia Tembak Jatuh Drone Rusia, NATO Siaga