
Pakaian Bekas Impor Banjir di Pusat Perbelanjaan, Bos Mal Buka Suara

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja menyebut masih maraknya lapak yang menjual pakaian bekas impor ilegal atau thrifting di pusat perbelanjaan, lantaran larangan yang ada hanya berlaku untuk impor, bukan untuk penjualan pakaian bekas di dalam negeri.
"Sampai dengan saat ini tidak ada peraturan ataupun ketentuan yang melarang penjualan pakaian bekas, baik yang berasal dari lokal/domestik maupun impor. Yang dilarang adalah impor pakaian bekas," kata Alphonzus kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/9/2025).
"Jika di pasar ditemukan pakaian bekas yang berasal dari impor maka yang harus menjadi perhatian serius adalah bagaimana pakaian bekas impor tersebut bisa masuk ke Indonesia dan beredar di pasar. Padahal diatur dengan jelas dalam ketentuan bahwa impor pakaian bekas adalah dilarang," sambungnya.
Ia menegaskan, pusat perbelanjaan memang memiliki aturan dan kewenangan memberi sanksi kepada penyewa toko, mulai dari teguran hingga pemutusan kontrak sewa lebih awal. Namun, langkah itu baru bisa dilakukan jika ada keputusan resmi dari pihak berwenang, mengingat pelanggaran hak kekayaan intelektual merupakan delik aduan.
"Pusat perbelanjaan akan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam perjanjian sewa menyewa apabila penyewa terbukti secara sah melanggar suatu peraturan. Pusat perbelanjaan memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi mulai dari teguran, peringatan, penutupan operasional toko sementara waktu sampai dengan pemutusan sewa menyewa lebih awal," terang dia.
Menurut Alphonzus, yang lebih penting adalah pencegahan di pintu masuk barang-barang ilegal. Sebab, penindakan setelah barang bekas impor sudah beredar justru akan merugikan pedagang kecil, sementara importir dibiarkan lolos.
"Pencegahan dan penindakan di pintu-pintu masuk atas barang-barang yang dilarang oleh peraturan ataupun ketentuan adalah jauh lebih diperlukan, serta jauh lebih penting daripada penindakan dilakukan setelah barang-barang ilegal tersebut beredar di pasar. Penindakan setelah beredar justru akan sangat merugikan pedagang kecil, sementara importirnya dibiarkan bebas dan terus menerus melakukan impor barang-barang ilegal," ujar Alphonzus.
![]() Suasana pengunjung dan penjual pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu, (19/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Ritel Resmi Juga Terdampak
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah sepakat bahwa thrifting merugikan banyak pihak, termasuk pengusaha ritel resmi maupun brand lokal UKM.
"Kami sudah pernah bersuara juga waktu tahun lalu, kami menyatakan bahwa thrifting itu mengganggu pengusaha ritel yang resmi yang memang mematuhi peraturan. Jadi kami tidak mendukung dan itu juga banyak merugikan UKM, karena barang-barang itu dijual murah," kata Budihardjo dihubungi terpisah.
Menurutnya, brand-brand UKM menjadi pihak yang paling terdampak karena harus bersaing dengan pakaian impor bekas yang harganya jauh lebih rendah.
"Nah itu yang tergerus adalah pasar brand-brand lokal UKM. Yang mana brand UKM itu jadi bersaing dengan merek-merek luar negeri bekas yang dijual murah. Itu yang menurut kami harus ditindak tegas," ujarnya.
Budihardjo menambahkan, sebenarnya pengelola mal juga sudah menerapkan aturan ketat kepada tenant, termasuk larangan menjual barang palsu atau hasil kejahatan.
"Saya rasa APPBI sudah menjalankan tugasnya. Setahu saya setiap tenant tuh harus tanda tangan ya. Tidak boleh menjual barang yang misalnya hasil kejahatan, penadah barang curian, barang branded yang palsu. Itu kami pasti sudah tanda tangan. Ya sebenarnya tinggal dari pelaku usahanya. Kita yakin juga pengusaha mal juga sudah mengawasi sedemikian besarnya," ungkap dia.
Namun ia menekankan pentingnya pemerintah kembali menggencarkan sosialisasi larangan thrifting agar masyarakat paham dampaknya.
"Mungkin menurut saya seharusnya diadakan kembali semacam sosialisasi oleh pemerintah. Karena memang sudah cukup lama ya. Dulu pernah dilakukan, tapi sudah lama sekali. Mungkin sekarang perlu diadakan kembali sosialisasi itu, untuk memastikan orang ngerti masalah ini merugikan banyak pihak," pungkas Budihardjo.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mal RI Diserbu 'Rojali', Tak Lagi Sepi Bak Kuburan
