Aturan Pembangunan Pembangkit Nuklir RI Masuk Tahap Harmonisasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa aturan yang akan menjadi payung hukum pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi diupayakan untuk segera masuk pada tahap harmonisasi. Aturan tersebut nantinya tertuang dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyebutkan, pemerintah perlu membentuk Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO) terlebih dahulu, sebagai standar internasional bagi negara-negara yang mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
"Saat ini kita lagi menyusun Peraturan Presiden, dan juga ini proses untuk menyusun Peraturan Presiden-nya, sudah selesai proses panitia antarkementerian. Kita dorong sebentar lagi udah harmonisasi dalam rangka pengundangan," jelasnya saat ditemui ditemui di Jakarta, dikutip Kamis (11/9/2025).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa proyek PLTN di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) nantinya akan dibangun di dua lokasi, yakni Sumatera dan Kalimantan, masing-masing dengan kapasitas 250 Mega Watt (MW).
Namun, di dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), pemerintah menargetkan kapasitas nuklir dapat mencapai 35 GW hingga 2060. Adapun apabila menggunakan model land-based diproyeksikan akan mencapai lebih dari 30 unit reaktor.
"Dua-duanya masing-masing 250 MW. Tetapi di dalam RUKN target kita untuk nuklir itu sampai 35 GW. Sampai 2060 ya, 2060 itu 35 GW. Ini kalau model land-base ada sekitar 30 unit lebih pembangkit listrik tenaga nuklir. Jadi kalau kita bilang renewable energy, ini nuklir adalah salah satu solusi untuk base load," kata dia dalam acara Human Capital Summit (HCS) 2025, Rabu (4/6/2025).
Eniya membeberkan saat ini pihaknya tengah berkomunikasi dengan Setneg, Kemenpan RB, dan lainnya untuk rencana pembentukan Badan Tenaga Nuklir RI (NEPIO). Karena itu, sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan teknologi nuklir, terutama terkait pengoperasian dan keselamatan perlu segera disiapkan.
"Dan di sini tentu saja kita butuh SDM yang tahu tentang nuklir, tahu bagaimana mengoperasikannya, tahu masalah safety dan bagaimana kalau nanti terjadi sesuatu itu harus kita prediksi. Nah namun sekarang ini semua dunia yang menerapkan PLT nuklir itu semua mengacu kepada standar di IAEA," ujarnya.
(wia)