Indonesia Mulai Babak Baru Energi Bersih: Hidrogen Hijau di Ulubelu

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Rabu, 10/09/2025 14:12 WIB
Foto: Dok Kementerian ESDM

Jakarta, CNBC Indonesia - Transisi energi bersih di Indonesia kembali mencatatkan sejarah baru dan Ulubelu, Lampung, menjadi saksinya. Dari uap panas bumi yang selama ini mengaliri listrik, Indonesia melangkah lebih jauh dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut untuk memproduksi energi masa depan, yaitu hidrogen hijau.

Momentum ini ditandai dengan peletakan batu pertama (groundbreaking) yang dilakukan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Todotua Pasaribu, serta jajaran direksi PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.

Yuliot menegaskan pemanfaatan panas bumi sebagai energi primer untuk memproduksi hidrogen hijau, merupakan langkah strategis yang menempatkan Indonesia selangkah lebih dekat dengan ketahanan energi nasional.


"Green Hydrogen diyakini akan menjadi game changer dalam transisi energi global karena sifatnya yang fleksibel dan dapat menjadi komoditas ekspor di masa depan," ujar Yuliot dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (10/9/2025).

Lebih dari sekadar infrastruktur, proyek di Ulubelu ini dirancang sebagai laboratorium energi bersih sehingga operasi dari empat unit PLTP di Ulubelu, dengan kapasitas total 220 MW dan tidak menambah emisi karbon. Yuliot mengatakan di sini teknologi diuji, pengalaman diraih, dan pembelajaran diperoleh untuk kemudian direplikasi di berbagai wilayah Indonesia.

Tak hanya itu, kegiatan operasional telah mengikuti operasi standar Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) Pertamina Group dan diawasi ketat sesuai regulasi pemerintah, sehingga fasilitas ini diposisikan aman dan ramah lingkungan.

"Saya yakin, pengalaman dan pembelajaran dari proyek ini akan menjadi best practice dan referensi untuk direplikasikan di wilayah lain," tutur Yuliot.

Proyek pilot hidrogen hijau di Ulubelu bertujuan sebagai tempat uji kelayakan komersial. Mulai dari biaya, efisiensi teknologi, hingga model bisnis. Meskipun biayanya kini lebih tinggi ketimbang hidrogen fosil (grey hidrogen), upaya peningkatan skala dan kebijakan diharapkan menurunkan biaya hidrogen hijau agar lebih kompetitif.

Ulubelu dipilih karena infrastruktur panas bumi yang sudah mapan, pasokan listrik bersih yang stabil, ketersediaan cooling tower untuk kondensat. Posisinya pun dekat dengan jalur distribusi Sumatera-Jawa membuat lokasi ini cocok untuk menguji integrasi hidrogen ke jaringan energi dan pasar industri.

Di sisi lain, dibalik jargon teknologi dan angka investasi, Ulubelu menyimpan makna yang lebih sederhana, yakni gotong royong. Proyek ini dirancang memupuk harapan masyarakat yang tinggal di sekitar lereng-lereng bukit.

"Saya berharap semua pihak bekerja dengan dedikasi dan semangat kebersamaan. Green Hydrogen Plant ini harus menjadi simbol kemajuan bangsa," pesan Yuliot.

Harapan pemerintah, Ulubelu tidak lagi hanya dikenal sebagai penghasil listrik dari panas bumi, melainkan juga sebagai pionir energi hijau Indonesia. Dari perut bumi, lahir energi masa depan yang diharapkan mampu memperkuat arah transformasi portofolio energi bersih nasional.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri melihat langkah ini sebagai tonggak sejarah bukan hanya bagi perusahaan, tapi juga untuk Indonesia.

"Dari Ulubelu, kita menunjukkan kepada dunia bahwa transisi energi bisa diwujudkan dengan mengandalkan kekuatan energi bersih dari tanah air sendiri," ujar Simon.

 


(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kementerian ESDM Usulkan Pagu Indikatif 2026 Hingga Rp 21,66 T