
Pemerintah Mau Bangun Giant Sea Wall, Solusi Pendanaannya Bisa Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Presiden Prabowo Subianto tengah serius merencanakan pembangunan Giant Sea Wall (GSW). Bukan hanya di Jakarta, pemerintah akan membangun Giant Sea Wall di pesisir Pantai Utara Jawa, panjangnya kira-kira 500 Km.
Giant Sea Wall adalah mega proyek yang membutuhkan investasi besar. Pemerintah menghitung, proyek ini bisa menelan anggaran hingga US$ 80 miliar atau Rp 1.298 triliun.
Peneliti Universitas Sebelas Maret dan Universitas Insan Pembangunan Indonesia Anto Prabowo pun menyampaikan hasil penelitiannya yang berkolaborasi dengan peneliti dari UNS, Amentis Institute Adam Smith Business School - University of Glasgow dalam acara The 2025 Sebelas Maret International Conference on Digital Economy (SMICDE) di Swissbelhotel Solo. Penelitian tentang Inovasi Keuangan berkaitan dengan rencana mewujudkan Jakarta Great Sea Wall.
Anto awalnya mengungkapkan soal urgensi pembangunan Giant Sea Wall. Katanya Jakarta menghadapi kondisi unik yang disebut double exposure. Maksudnya adalah dari bawah, tanah Jakarta turun 10-25 cm per tahun akibat ekstraksi air tanah. Sedangkan dari atas, kenaikan permukaan laut global memperburuk risiko banjir. Jika dibiarkan, sebagian besar Jakarta Utara dapat tenggelam pada 2050.
Kerugian ekonomi dari banjir rob saja saat ini sudah menembus US$ 300 juta per tahun dan berpotensi meningkat dua kali lipat dalam dua dekade. Mengingat Jakarta menyumbang 17% PDB nasional, stabilitas ekonomi Indonesia sangat terikat pada keberhasilan melindungi kota ini.
Menurut dia, Giant Sea Wall ini dirancang sebagai sistem adaptasi pesisir terpadu, mencakup:
- Tanggul laut lepas pantai dan daratan untuk menahan banjir rob dan intrusi air laut.
- Reservoir air tawar demi ketahanan pasokan air bersih.
- Peningkatan drainase kota untuk mengurangi banjir dalam.
- Ruang biru publik dan rehabilitasi mangrove sebagai solusi ekologi.
- Zona ekonomi baru, perumahan, dan kawasan bisnis melalui reklamasi yang terkendali.
"Dengan desain ini, GSW tidak hanya benteng pertahanan, tetapi juga motor transformasi perkotaan-mengubah kawasan pesisir yang rentan menjadi ruang hidup yang produktif, modern, dan berkelanjutan," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/9/2025).
Tantangan Biaya dan Arsitektur Pembiayaan
Adapun estimasi biaya Giant Sea Wall mencapai US$ 40-42 miliar (hanya mencakup Jakarta saja). Angka sebesar itu mustahil ditanggung APBN sepenuhnya, mengingat prioritas lain pada pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur nasional.
"Solusinya adalah pembiayaan campuran (blended finance), memadukan dana publik, swasta, dan investor global melalui instrumen keuangan inovatif," seru dia.
![]() Tabel Skema Pembiayaan Jakarta Great Sea Wall. (Dok. Universitas Sebelas Maret) |
Dia menambahkan proyek multidimensi ini bisa berhasil dengan tata kelola kolaboratif. Katanya Giant Sea Wall tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Inovasi keuangan seperti Green Sukuk, Asset Value Protection, dan ABS menjadikan proyek ini bankable sekaligus inklusif.
"Namun, tanpa kolaborasi kuat antara pemerintah, swasta, dan regulator, investor tidak akan masuk. Transparansi, tata kelola ESG, dan safeguards sosial-lingkungan adalah syarat mutlak agar proyek ini tidak hanya besar, tetapi juga adil," jelas Anto.
Dia bilang proyek sebesar ini menuntut tata kelola polisentris yang melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas, OJK, Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), serta Pemprov DKI Jakarta.
Proyek sebesar ini tidak lepas dari risiko:
- Fiskal: pembengkakan biaya, beban VGF yang berlebihan.
- Investor: ketidakpastian regulasi, potensi elite capture, lemahnya governance.
- Lingkungan: kerusakan ekosistem laut, hilangnya biodiversitas.
- Sosial: relokasi komunitas pesisir tanpa kompensasi memadai dapat memicu konflik.
"Karena itu, safeguards sosial dan lingkungan harus menjadi bagian integral, bukan pelengkap. Relokasi berbasis hak, kompensasi yang adil, serta rehabilitasi mangrove wajib dijalankan secara transparan dan akuntabel," bebernya.
Indonesia Dapat Belajar dari Pengalaman Negara Lain:
- Belanda: Delta Works sukses berkat konsistensi politik 30 tahun dan pembiayaan infrastructure bonds.
- Jepang: membangun seawall 400 km pasca-tsunami, meskipun dikritik karena mengabaikan ekologi.
- New York: menggabungkan seawall, taman biru, dan federal resilience fund pasca-badai Sandy.
"Pelajaran utamanya: proyek adaptasi iklim besar hanya berhasil jika ada pendanaan jangka panjang yang stabil, integrasi dengan solusi alam, dan partisipasi masyarakat sejak awal," ucapnya.
Selain itu, jika berhasil, Giant Sea Wall diperkirakan dapat menciptakan peluang nilai ekonomi. Misalnya:
- Nilai properti baru di kawasan reklamasi dan pesisir, diproyeksikan mencapai US$ 20-25 miliar dalam 20 tahun.
- Pusat bisnis dan industri baru, menarik investasi asing langsung (FDI).
- Ratusan ribu lapangan kerja di sektor konstruksi, jasa, dan pariwisata.
- Efisiensi ekonomi dari pengurangan kerugian banjir, senilai USD 600 juta per tahun.
"GSW bukan hanya mencegah kerugian, tetapi menciptakan nilai ekonomi baru. Inilah logika asset value protection dan asset value creation yang harus berjalan beriringan," imbuhnya.
Giant Sea Wall untuk Warisan Generasi Mendatang
Jakarta Great Sea Wall adalah lebih dari sekadar proyek infrastruktur. Ia adalah benteng iklim, motor pembangunan, sekaligus ujian besar bagi inovasi fiskal Indonesia. Keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada tiga hal:
- Inovasi keuangan untuk mobilisasi dana tanpa membebani negara.
- Kolaborasi lintas sektor dengan tata kelola yang transparan.
- Safeguards sosial-ekologis yang memastikan pembangunan berkeadilan
(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AHY: Pembangunan Giant Sea Wall Bisa Selamatkan Jakarta dari Banjir
