Sri Mulyani Beri Bukti APBN Bakal Sehat di 2026
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawari mengungkapkan sejumlah strategi yang akan digunakan pemerintah untuk memperbesar target rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) alias tax ratio dari outlook 2025 sebesar 10,03% PDB menjadi 10,47% PDB pada 2026.
Di antaranya ialah dengan memperkuat penerimaan pajak dan bea cukai supaya bisa mencapai setoran senilai Rp 2.692 triliun dari tahun ini yang targetnya Rp 2.387,3 triliun melalui penguatan pengawasan dan kepatuhan para wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
"Dengan demikian tahun 2026 rasio perpajakan di 10,47% dari GDP dan rasio pendapatan 12,24%," ucap Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komite IV DPD secara daring, Selasa (2/9/2025).
Dari sisi pajak, ia mengatakan, strategi yang digunakan ialah pemanfaatan Coretax, hingga sinergi pertukaran data antar K/L. Lalu, memperkuat sistem pemungutan transaksi digital dalam dan luar negeri, joint program dalam analisis data, pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan, serta memberikan insentif daya beli, investasi dan hilirisasi.
"Seperti saya sampaikan untuk pajak kita fokusnya compliance dan pelayanan serta enforcement. Jadi program-programnya terus memperbaiki dan menyempurnakan Coretax, sinergi pertukaran data, transaksi-transaksi di digital harus sama treatment nya dengan yang non digital, kita terus tingkatkan joint program agar dari sisi pemeriksaan data intelijen bisa konsisten dan pajak tetap beri ruang pemberian insentif untuk jaga daya beli masyarakat seperti tadi perumahan dan beberapa program prioritas seperti hilirisasi," paparnya.
Dari sisi bea cukai, strategi yang dijalankan di antaranya melalui kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan ekstensifikasi barang kena cukai, intensifikasi bea masuk perdagangan international, kebijakan Bea Keluar mendukung hilirisasi produk, serta penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran barang kena cukai iIegal dan penyelundupan.
"Selain CHT, ada ekstensifikasi BKC, kemudian intensifikasi bea masuk untuk perdagangan internasional karena ini dalam situasi perang geopolitik yang meningkat tiba-tiba mungkin ada komoditas yang globally strategic seperti rare earth atau mineral jarang, dan kemudian berbagai komoditas yang mungkin mengalai kenaikan dalam suasana geopolitik yang meningkat," tegasnya.
"Kita juga gunakan kebijakan bea keluar dalam rangka dukung hilirisasi dan untuk tingkatkan ketahanan pangan dan energi, dan di bea cukai juga sama seperti pajak enforcement menjadi penting untuk penanganan peredaran barang ilegal baik cukai maupun penyelundupan," ungkap Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, target tax ratio pada 2025 ini menjadi yang tertinggi dibanding realisasi beberapa tahun terakhir. Pada 2022, tax ratio hanya mampu ke level 10,39%, 2023 menjadi 10,31%, 2024 menyusut ke level 10,08% dan 2025 berpotensi ke level 10,03% PDB dari target 10,24%.
(haa/haa)