Internasional

Krisis Baru Muncul di Jepang, Bulu Babi Jadi "Melejit Setinggi Langit"

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
26 August 2025 15:12
Nasi Bulu Babi. (Detik Food)
Foto: Nasi Bulu Babi (Detik Food)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga pangan di Jepang melonjak tajam di tengah musim panas terpanas dalam sejarah. Tak tanggung-tanggung, kini semangkuk nasi urchin atau nasi bulu babi mencapai rekor 15.000-18.000 yen (sekitar Rp2-2,4 juta).

Di Pulau Rishiri, Hokkaido, misalnya. Restoran yang menawarkan semangkuk nasi berisi 100 gram bulu babi bafun, yang dikenal karena rasa manisnya, menjual makanan itu dengan harga dua kali lipat.

"Semua orang terkejut ketika melihat harganya," kata pemilik restoran Sato Shokudo di Rishiri, Kimiko Sato, yang dikelola keluarganya selama lebih dari 50 tahun, seperti dikutip Reuters, dikutip Selasa (26/8/2025).

"Sekelompok pelanggan akan berbagi satu mangkuk bulu babi, dan semua orang akan memesan ramen untuk diri mereka sendiri," tambahnya.

Sebenarnya bulu babi memang dianggap barang mewah. Harganya sudah mahal. Namun kenaikan harga ini membuatnya sulit dijangkau. Bahkan untuk acara spesial bagi banyak rumah tangga Jepang.

Pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk makanan kini hampir mencapai 30%, level tertinggi dalam 43 tahun. Selain faktor yen yang melemah, para pakar menyebut pemanasan global memperburuk penurunan hasil tangkapan laut.

Di Rishiri, tangkapan bulu babi menurun hingga setengah dibanding tahun lalu. Harga melonjak karena rendahnya hasil tangkapan.

"Saya pikir kenaikan suhu laut adalah penyebabnya... ini situasi yang mengkhawatirkan," ujar Direktur eksekutif Koperasi Perikanan Rishiri, Tatsuaki Yamakami.

Harga 10 kilogram bulu babi bafun Rishiri kini mencapai 90.000 yen (sekitar Rp1,2 juta). Harga itu lebih dari dua kali lipat dua tahun lalu.

Suhu Air yang Panas

Mengutip ilmuwan senior di Badan Penelitian dan Pendidikan Perikanan Jepang, suhu air di perairan Jepang telah meningkat sekitar 5 derajat Celsius dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya, ini mempengaruhi hasil tangkapan laut di sana.

Di wilayah Tohoku misalnya, ikan salmon bukan lagi tangkapan utama. Ya, volume spesies air dingin seperti salmon, cumi-cumi, dan sauri kini menurun tajam.

"Peristiwa cuaca ekstrem dan peningkatan suhu global rata-rata merupakan beberapa alasan kami memperkirakan inflasi akan lebih tinggi secara struktural di masa mendatang," kata kepala Ekonomi Pasar Jepang dan Frontier di Moody's Analytics, Stefan Angrick.

Harga pangan Jepang naik 7,6% pada Juli dibanding periode yang sama tahun lalu, meningkat dari 7,2% pada Juni. Makanan segar, termasuk pangan laut, naik 3,3% pada Juli, sedangkan inflasi ikan dan makanan laut sedikit mereda menjadi 2,5%.

"Uni donburi dan seafood donburi terlalu mahal bagi kami. Jadi kami hanya memilih jajanan kaki lima seperti kroket dan tamagoyaki," kata turis 35 tahun di pasar Tsukiji, Momoko Asami.

Naoki Tamura, anggota dewan Bank of Japan (BOJ), menyatakan bahwa laju kenaikan harga pangan segar, termasuk pangan laut, meningkat lebih cepat dibanding harga keseluruhan sejak awal 2022. Direktur konsultan Eurasia Group, David Boling, menambahkan, inflasi di Jepang masih rendah dibanding negara lain, tetapi cukup membebani keuangan masyarakat, terutama karena gaji yang belum naik.

Target Swasembada

Jepang menargetkan rasio swasembada pangan mencapai 69% pada tahun fiskal 2030, naik dari sekitar 60% saat ini. Namun, menurut Kakehi, tekanan iklim membuat target ini lebih sulit tercapai.

"Sekalipun kita mengurangi emisi melalui energi terbarukan, suhu tetap akan naik sekitar 1-1,5 derajat Celsius pada 2100," ujarnya.

"Kuantitas dan waktu penangkapan ikan harus diatur. Jumlah ikan sarden meningkat selama 7-8 tahun terakhir, kita harus berusaha mengonsumsinya lebih banyak."


(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jepang Catat Surplus Dagang di Maret 2025

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular