
Target Setoran Pajak Naik di 2026, Pakar Ingatkan Jangan Bebani Rakyat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pesatnya kenaikan target setoran pajak dalam RAPBN 2026 membuat kalangan akademisi mewanti-wanti pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan perpajakan yang membebani masyarakat.
Sebagaimana diketahui, target penerimaan negara dari sisi pajak telah pemerintah tetapkan pada 2026 senilai Rp 2.357,71 triliun. Nominal itu naik hingga 13,51% dibanding target pajak dalam APBN tahun ini senilai Rp 2.076,9 triliun.
"Catatan saya adalah jangan sampai ini membebani masyarakat terlalu berat di dalam kondisi yang berat ini," ujar Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty dalam Special Reports Merdeka CNBC Indonesia, dikutip Rabu (20/8/2025).
Untuk mencapai target yang tumbuh tinggi, pada umumnya kebijakan pajak terdiri dari ekstensifikasi dan intensfikasi. Supaya tidak membebani masyarakat dengan dua kebijakan itu, Telisa menegaskan jangan sampai ada satupun kebijakan pajak yang menekan konsumsi masyarakat.
"Oke, kita punya target pajak tetapi pajak itu juga jangan sampai mematikan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat. Jangan sampai terlalu mebebani sehingga masyarakat juga tidak punya ruang untuk berkonsumsi atau berinvestasi," paparnya.
Telisa menilai, langkah utama yang harus dilakukan pemerintah untuk mengejar target pajak tanpa membebani daya beli masyarakat ialah memperkuat kepatuhannya. Dengan mengandalkan sistem Coretax, ia optimistis tingkat kepatuhan bisa lebih tinggi ke depannya.
"Jadi di 2026 itu harapannya cortex itu sudah bisa full in charge, sehingga ketika cortex itu sudah berjalan, potensi pajak yang hilang itu akan lebih bisa ditelusuri," papar Telisa.
Sementara itu, untuk memperluas basis pajak, ia menyarankan supaya pemerintah mulai berani mengenakan pajak terhadap harta kekayaan atau wealth tax.
"Atau bahkan ada perlakuan-perlakuan dari negara seperti itu tujuannya agar aset lebih produktif. Nah, itu semua kebijakan-kebijakan itu ya diharapkan bisa mendorong penerimaan pajak," ucap Telisa.
Dekan sekaligus CEO Asian Development Bank Institute (ADBI) Bambang Brodjonegoro juga memiliki persepsi serupa dengan Telisa. Namun, ia menilai cara utama pengenaan pajak yang lebih berkelanjutan ialah dengan pemerintah membuka secara luas lapangan kerja melalui iklim investasi yang sehat.
Tanpa lapangan kerja, masyarakat tidak akan pernah mampu membayar pajak secara baik. Di negara maju, menurut Bambang, setoran pajak mayoritas berasal dari pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) karena masyarakatnya berpenghasilan tinggi dan sejahtera sehingga patuh membayar pajak.
"Karena itu yang terjadi di negara-negara maju. Kalau anda keliling-keliling negara-negara maju semuanya bergantung kepada PPh orang pribadi atau PPh yang berasal dari payroll dari gaji mereka atau income mereka bukan dari PPh badan. Nah itu akan menciptakan stabilitas penerimaan fiskal," ungkapnya.
Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, target setoran pajak yang meningkat dua digit itu tidak akan dilakukan dengan menaikkan tarif pajak, melainkan dengan berbagai reformasi layanan administrasi pajak serta penguatan pengawasan.
"Jadi, extra effort-nya sekitar 5 persen melalui berbagai langkah reformasi administrasi dan enforcement," ucap Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2025, dikutip Selasa (19/8/2025).
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lengkap! Ini Penjelasan DJP Soal Pajak Merchant E-Commerce
