
Kejar Pajak Sampai Luar Negeri, Sri Mulyani Cs Gandeng Korsel-Jepang

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia memastikan akan memperkuat kebijakan kerja sama penagihan pajak lintas negara pada 2026. Di antara dengan menambah jumlah negara mitra.
Dalam dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026 negara baru yang akan diajak kerja sama penagihan pajak itu di antaranya Jepang dan Korea melalui kebijakan Assistance in Recovery of Tax Claims.
"Pemerintah telah menjalin kesepakatan dengan 81 negara dan sedang menyusun kerja sama lebih lanjut dengan Jepang dan Korea," dikutip dari dokumen RAPBN 2026, Selasa (19/8/2025).
Kebijakan Assistance in Recovery of Tax Claims memungkinkan penagihan pajak lintas negara dilakukan secara resiprokal. Tujuannya untuk mendukung pengamanan penerimaan pajak serta meningkatkan kepatuhan global.
Penerapan kebijakan penagihan pajak lintas negara di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 159 Tahun 2014 tentang Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MAAC). Perpres itu kemudian direvisi dengan Perpres 56/2024.
Melalui revisi Perpres itu, pemerintah menambah cakupan negara mitra pemberi bantuan penagihan pajak kepada 72 negara atau yurisdiksi. Dengan demikian total negara mitra menjadi 81 negara pemberi bantuan penagihan.
Sebelum adanya revisi Perpres 159/2014 melalui Perpres 56/2024 pemerintah baru bisa meminta bantuan penagihan kepada sejumlah negara, yakni Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela, dan Vietnam.
Kebijakan pajak dalam cakupan internasional juga dilakukan melalui penerapan lebih kongkrit Pajak Minimum Global yang sebetulnya telah berlaku sejak 2025.
Ketentuan Pajak Minimum Global akan mengenakan pajak efektif dengan tarif 15% untuk memastikan perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimum €750 juta membayar pajak efektif minimum di yurisdiksi manapun perusahaan tersebut beroperasi.
Pajak Minimum Global dikenakan melalui tiga mekanisme, yaitu: Income Inclusion Rule (IIR), Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT), dan Undertaxed Payments Rule (UTPR).
"IIR dan QDMTT berlaku mulai 1 Januari 2025 sedangkan UTPR akan berlaku mulai 1 Januari 2026," sebagaimana tertulis dalam dokumen RAPBN 2026.
Secara simultan, Pemerintah juga sedang berupaya untuk mendapatkan status transitional qualified atas penerapan Pajak Minimum Global di Indonesia berdasarkan peer review oleh negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Selanjutnya untuk meningkatkan transparansi, pemerintah juga memperkuat pelaksanaan Automatic Exchange of Information (AEOI) berdasarkan Common Reporting Standard (CRS) pada 2026.
Sejak 2018, pertukaran informasi keuangan secara otomatis telah berjalan. Upaya ini akan diperluas sesuai Amended CRS dan diharapkan dapat diterapkan mulai 2027. Upaya ini mencakup pelaporan produk uang elektronik tertentu dan mata uang digital bank sentral.
Sementara itu, penguatan ke depan ialah pemerintah bersiap mengadopsi Crypto-Asset Reporting Framework (CARF) guna memfasilitasi pertukaran data transaksi aset kripto secara internasional.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan pengumpulan setoran pajak senilai Rp 2.357,71 triliun pada 2026, dari total target pendapatan negara Rp 3.147,68 triliun. Target itu naik hingga 13,51% dari sebelumnya Rp 2.076,9 triliun pada 2025.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Raksasa Asia Disebut Satukan Kekuatan Hadapi 'Hari Pembebasan' Trump
