Mendagri Buka Suara Soal Kisruh PBB Pati, Beri Instruksi Ini!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian buka suara terkait dengan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kabupaten Pati hingga 250% yang sempat membuat heboh masyarakat. Hal tersebut memicu aksi demonstrasi yang menuntut Bupati Pati Sudewo turun dari jabatannya.
Tito mengatakan, terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan amanat dari Undang-Undang AKPD, Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah, dimana di situ diberikan kewenangan kepada daerah untuk mendapatkan pajak dan retribusi di daerah.
Ia melanjutkan, turunannya dalam bentuk peraturan pemerintahan nomor 35 tahun 2023, yang mana harus dibuat peraturan daerah.
"Jadi daerah membuatkan perda tentang pajak dan retribusi daerah," imbuhnya saat konferensi pers RAPBN 2026 di Direktorat Jendral Pajak, Jumat (15/8).
Tito mengatakan lebih jauh, terkait pengenaan tarif, termasuk untuk NJOP, pajak dari NJOP dan PBB bangunan, peraturan daerah dibuat bersama dengan DPRD. Namun, Ia menekankan, besaran tarifnya, angkanya dibuat dengan peraturan kepala daerah (Perkada). "Itu bunyi dari PP nomor 35 tahun 2023," sebutnya.
Ia memaparkan, NJOP dapat lakukan penyesuaian per 3 tahun sekali, hal itu menyesuaikan harga pasar daerah setempat. Namun, terdapat klausul, yaitu harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Selain itu, juga harus ada partisipasi dari masyarakat.
"Jadi harus mendengar suara publik juga, terus lakukan,"
Ia mengaku, Kemendagri melihat bahwa dari sejumlah daerah, memang ada daerah yang menaikkan PBB-P2 dan penyesuaian NJOP. Penyesuaian NJOP yang disesuaikan menimbulkan kenaikan harga atau mengikuti harga pasar.
"Nah kami sudah melihat, daerah-daerah ini ada yang memang menaikkan, tapi bervariasi, ada yang 5%, ada yang 10%, ada yang kemudian berdampak di atas 100%, itu 20 daerah. Dari 20 daerah ini, 2 daerah sudah membatalkan, kemudian ada 3 daerah yang baru dibuat di tahun 2025," ungkapnya.
"Jadi perdanya dibuat di tahun 2025, sisanya itu dibuat di tahun 2022, 2023, 2024. Artinya tidak ada hubungannya, 15 daerah tidak ada hubungannya dengan efisiensi yang terjadi di tahun 2024. Nah jadi sekali lagi, inilah inisiatif baru dari teman-teman daerah," lanjutnya.
Tito menekankan, Kemendagri juga telah mengeluarkan surat edaran dan sudah melakukan rapat secara virtual kepada seluruh kepala daerah. Dalam rapat tersebut, mengintruksikan agar kebaikan tarif PBB dapat mempertimbangkan faktor sosial ekonomi masyarakat di daerahnya.
"Kalau itu memberatkan, maka aturan itu dapat ditunda atau dibetalkan," tegasnya.
Selain itu, Ia menambahkan, Kemendagri meminta kepada seluruh daerah, dalam hal ini Gubernur yang meninjau seluruh daerah, kabupaten atau kota, yang akan mengusulkan kenaikan, atau yang akan menyebabkan kenaikan pajak termasuk NJOP, penyesuaian NJOP, PBB, harus tembus kepada Kemendagri.
"Agar kami juga dapat melakukan review dan memberikan masukan," sebutnya.
Ia meminta, agar kebijakan kenaikan tarif PBB tidak memberatkan masyarakat. "Karena prinsip dasar yang kami sampaikan kemarin dalam Zoom seluruh daerah, Bapak Presiden mengatakan programnya sangat perlukan dari rakyat. Jadi daerah juga agar sama, iramanya jangan memberatkan rakyat," pungkasnya.
(rob/mij)