
Investor China Mendadak Ramai-Ramai Serbu RI, Apa yang Terjadi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang investor asal China mulai membanjiri Indonesia demi menghindari tarif tinggi Amerika Serikat (AS) sekaligus mengincar pasar domestik yang besar. Perpindahan ini mendorong lonjakan harga properti industri di Tanah Air hingga 25% dan menghidupkan kawasan industri di Jawa Barat.
Gao Xiaoyu, pendiri konsultan lahan industri PT Yard Zeal Indonesia, mengaku kantornya dibanjiri permintaan dari perusahaan China yang ingin ekspansi atau memindahkan operasi ke Indonesia. Lonjakan ini terjadi setelah AS memberlakukan tarif impor lebih dari 30% untuk barang dari China, sementara tarif untuk Indonesia hanya 19%.
"Kami cukup sibuk akhir-akhir ini. Kami rapat dari pagi hingga malam. Kawasan industri juga sangat ramai," ujar Gao, seperti dikutip Reuters pada Kamis (14/8/2025). Gao sendiri mendirikan perusahaannya pada 2021 dengan empat karyawan dan kini berkembang menjadi lebih dari 40 orang.
Indonesia menjadi incaran karena selain tarif lebih rendah, negara ini merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan potensi pasar konsumen yang masif. Data pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal II/2025, tertinggi dalam dua tahun terakhir.
"Jika Anda dapat membangun kehadiran bisnis yang kuat di Indonesia, pada dasarnya Anda telah menguasai separuh pasar Asia Tenggara," kata Zhang Chao, produsen lampu depan sepeda motor asal China yang kini beroperasi di Indonesia.
Mira Arifin, Kepala Perwakilan Bank of America untuk Indonesia, menyebut demografi muda dan tenaga kerja besar menjadi daya tarik utama.
"Indonesia memiliki kumpulan talenta yang besar dengan demografi muda yang dinamis yang mendorong investor asing untuk segera membangun skala di negara ini," jelasnya.
Investasi asal China dan Hong Kong ke Indonesia tercatat naik 6,5% year-on-year (yoy) menjadi US$8,2 miliar pada semester I/2025. Total Foreign Direct Investment (FDI) tumbuh 2,58% menjadi Rp432,6 triliun, dan pemerintah optimistis arus investasi akan meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Namun, tantangan masih ada, mulai dari birokrasi yang berbelit, infrastruktur yang belum memadai, hingga minimnya rantai pasok industri lengkap seperti di China. Beberapa investor juga mewaspadai kebijakan fiskal Presiden Prabowo Subianto yang populis, termasuk program makan gratis untuk anak sekolah dan ibu hamil.
Meski begitu, kawasan industri di Jawa Barat, seperti Subang Smartpolitan, mengalami lonjakan permintaan. Abednego Purnomo, Wakil Presiden Penjualan, Pemasaran, dan Hubungan Penyewa Suryacipta Swadaya, menyebut bahwa "telepon, email, dan WeChat kami langsung ramai dengan pelanggan baru setelah kesepakatan tarif AS-Indonesia diumumkan bulan lalu. Kebetulan, semuanya dari China."
Sementara Rivan Munansa, Kepala Layanan Industri dan Logistik Colliers International Indonesia, mengatakan bahwa permintaan lahan industri dari perusahaan China terjadi "hampir setiap hari".
"Kebanyakan mencari fasilitas siap pakai, seperti program kilat," ungkapnya.
Tingginya minat ini membuat harga properti industri dan gudang di Indonesia melonjak 15-25% yoy pada kuartal I/2025, kenaikan tercepat dalam 20 tahun terakhir. Zhang Chao sendiri merasakan imbasnya saat menyewa gedung baru di Jakarta dengan tarif 43% lebih mahal dari tahun lalu.
"Di Indonesia, relatif mudah untuk mencapai margin laba bersih 20%-30%, sementara di China hanya sekitar 3%," kata Zhang.
Selain itu, Marco Foster, Direktur ASEAN di Dezan Shira & Associates, menyebut faktor pasar konsumen domestik menjadi nilai tambah utama Indonesia. "Selain diversifikasi rantai pasok, Indonesia menawarkan sesuatu yang hanya sedikit negara lain miliki di kawasan ini: pasar domestik yang besar," ujarnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Bos Manufaktur Ungkap Cara Lindungi Pasar Domestik
