Ketua Banggar Buka-Bukaan Postur APBN 2026: Belanja Tembus Rp 3.820 T

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
Senin, 11/08/2025 17:00 WIB
Foto: (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah buka-bukaan ihwal besaran postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun anggaran 2026.

Proyeksi besaran postur APBN 2026 itu, ia dasari dari pembahasan awal rancangan postur RAPBN 2026 secara indikatif yang telah dilakukan oleh pemerintah dan Banggar DPR pada Juli 2025.

Mengacu pada pembahasan awal rancangan postur RAPBN 2026, Said memperkirakan pendapatan negara pada RAPBN 2026 akan berada pada kisaran Rp 3.094 triliun sampai dengan Rp 3.114 triliun.


Sementara itu, untuk belanja negara akan berada pada kisaran Rp 3.800 triliun sampai dengan Rp 3.820 triliun. Dengan demikian defisitnya akan berada pada level 2,53% dari PDB atau setara Rp 706 triliun.

"Mengacu pada beberapa pengalaman di tahun sebelumnya, biasanya pemerintah mengajukan pada batas atas ketimbang batas bawah," kata Said melalui keterangan tertulis, Senin (11/8/2025).

Said menyebut postur RAPBN 2026 itu tentunya akan lebih tinggi dari prognosis atas APBN 2025 yang diperkirakan pendapatan negara mencapai Rp 2,865,5 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.387,3 triliun dan penerimaan bukan pajak Rp 477,2 triliun serta penerimaan hibah sebesar Rp. 1 triliun.

Sedangkan belanja negara dalam prognosis APBN 2025 juga masih di kisaran Rp. 3.527,5 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 2.663,4 triliun dan transfer ke daerah Rp 864,1 triliun.

Adapun untuk besaran defisitnya masih berpotensi lebih tinggi ketimbang prognosis APBN 2025 yang mencapai Rp. 662,0 triliun atau 2,78% PDB.

Banggar Anggap Postur APBN 2026 Menantang

Said mengatakan, besaran postur APBN 2026 itu sangat menantang bagi pemerintah. Alasannya, dunia usaha di seluruh dunia harus mulai menyesuaikan diri dengan tarif kebijakan Presiden Trump yang berlaku kepada banyak negara, serta konflik geopolitik yang tak kunjung lerai.

"Di dalam negeri kita juga belum sepenuhnya berhasil memulihkan daya beli masyarakat yang ditandai melandainya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Termasuk, pemerintah harus mampu menggantikan penerimaan PNBP yang hilang karena setoran dividen BUMN, sekitar Rp. 80 triliun tidak ada lagi pasca revisi UU BUMN yang melahirkan Danantara," ucap Said.

Meski begitu, Said mengakui, postur RAPBN 2026 ini akan menjadi modal penting bagi pemerintah untuk melakukan berbagai program recovery daya beli masyarakat, serta menjaga ekspor Indonesia tetap ekspansif.

RAPBN 2026 juga menjadi milestone kedua bagi pemerintah dalam menjalankan berbagai program strategis, seperti MBG, Kopdeskel, Sekolah Rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lainnya, yang secara teknis tidak mudah.

"Namun keberhasilan program ini akan menjadi "game changer" untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) generasi mendatang. Saat ini angkatan kerja kita 54 persen hanya lulusan SMP ke bawah," ujarnya.

Program program pemerintah menurutnya penting untuk mengubah struktur demografi angkatan kerja menjadi lebih berkualitas, dan handal menangkap peluang, bahkan menciptakan lapangan kerja sendiri.

Kendati begitu, investasi pemerintah melalui APBN ia tegaskan tidak cukup untuk membiayai pembangunan. Pemerintah harus melibatkan sektor swasta untuk menggerakan ekonomi lebih ekspansif.

"Pemerintah perlu memperbanyak skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) diberbagai proyek pemerintah yang secara teknis memungkinkan untuk hal itu. Investasi swasta menjadi salah satu kunci penting yang harus terus ditingkatkan ke depan," tutur Said.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sri Mulyani Lapor ke Prabowo Defisit APBN 2025 Bengkak ke 2,78%