Gara-Gara Trump, China Bakal Boncos di 2027
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor China ke Amerika Serikat (AS) diperkirakan anjlok hingga US$485 miliar (setara Rp7.950 triliun, kurs Rp16.400) pada 2027 akibat kebijakan tarif tinggi era Presiden Donald Trump. Proyeksi ini berdasarkan OEC Tariff Simulator yang memprediksi pergeseran perdagangan global di tengah memanasnya perang dagang kedua negara.
Perundingan dagang AS-China kembali digelar di Stockholm pada Senin (4/8/2025). Namun, jika tidak ada kesepakatan sebelum 12 Agustus, tarif AS untuk produk China bisa melambung hingga 145% dari saat ini 51%. Sebaliknya, ekspor AS ke China saat ini dikenakan tarif 32,6%.
Data pemerintah AS mencatat total impor barang dari China mencapai US$438,9 miliar pada 2024. Dengan dominasi China dalam perdagangan dengan AS, penurunan ini lebih besar dibandingkan total penurunan seluruh ekspor global ke AS. Trump sendiri baru saja meneken kesepakatan tarif 15% dengan Jepang dan Uni Eropa, serta mengisyaratkan tarif dasar global akan berada di kisaran 15-20%.
"Negara-negara akan cenderung membangun ulang hubungan dagangnya menjauh dari AS dalam banyak skenario ini," ujar profesor ekonomi di Toulouse School of Economics sekaligus pendiri Datawheel, Cesar Hidalgo dikutip dari CNBC International, Minggu (10/8/2025).
Negara yang terhubung erat dengan manufaktur China juga ikut terkena imbas. Vietnam, yang selama ini diuntungkan dari strategi rantai pasok China Plus One, diproyeksikan kehilangan ekspor ke AS senilai US$102 miliar pada 2027. Korea Selatan juga diperkirakan rugi ekspor US$49 miliar.
Produk yang menyumbang penurunan terbesar antara lain peralatan siaran (-US$59,2 miliar) dan komputer (-US$58,7 miliar) dari China, serta mobil (-US$13,5 miliar) dari Korea Selatan.
Di sisi lain, AS justru akan meningkatkan impornya dari Kanada (+US$128 miliar), Meksiko (+US$77 miliar), dan Inggris (+US$23 miliar) yang baru saja meneken kesepakatan dagang dengan Washington.
Namun, tren penurunan ekspor China ke AS sudah terlihat dari data pelabuhan. Laporan Marine Exchange of Southern California menunjukkan rata-rata kedatangan kapal di awal Juli sempat naik menjadi 66,8 kapal per hari setelah tarif diturunkan dari 145% menjadi 51% pada Juni. Lonjakan itu hanya sesaat, karena pada akhir Juli rata-rata kedatangan turun menjadi 58,7 kapal per hari.
Tak hanya ekspor China yang terpukul, AS juga akan kehilangan ekspor ke China senilai US$101 miliar hingga 2027. Produk yang paling terdampak termasuk kedelai (-US$10 miliar), sirkuit terpadu (-US$7,44 miliar), minyak mentah (-US$7,33 miliar), gas alam (-US$6,36 miliar), dan mobil (-US$5,09 miliar).
Sebagai respons, China memperluas perdagangan dengan negara-negara ASEAN dan mitra lain. Rusia diproyeksikan menjadi pemenang terbesar dengan tambahan perdagangan senilai US$69,8 miliar, disusul Vietnam (+US$34,4 miliar), Arab Saudi (+US$28 miliar), Korea Selatan (+US$27,9 miliar), Australia (+US$24,6 miliar), dan Jepang (+US$21,4 miliar).
Menurut data Bills of Lading, Ikea menjadi importir terbesar produk dari China ke AS (14,6%), diikuti Walmart (8,6%), Costco (5,8%), Dole Fresh Fruit (5,52%), dan Amazon (3,83%). Barang utama yang diimpor Ikea adalah furnitur (18,2%), sementara Walmart paling banyak mengimpor kain sintetis ringan (64%).
Texas dan California akan menjadi negara bagian AS yang paling terpukul akibat penurunan perdagangan dengan China. Texas memimpin ekspor ke China senilai US$954 juta, diikuti California (US$179 juta) dan Oregon (US$458 juta).
Mantan Menteri Perdagangan AS Carlos Gutierrez memperingatkan bahwa proteksionisme tidak akan membawa manfaat jangka panjang. "Proteksionisme tidak melindungi. Itu justru merampas vitalitas sebuah negara," ujarnya.
(haa/haa)