Manufaktur RI Lesu Tapi Industrinya Tumbuh 5,6%, BPS Buka Suara

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja industri pengolahan atau manufaktur Indonesia mengalami pertumbuhan pesat pada kuartal II-2025. Menjadi salah satu pemicu pertumbuhan ekonomi pada periode itu hingga di luar dugaan banyak pihak mencapai 5,12% secara tahunan (yoy).
BPS mencatat, pertumbuhan industri pengolahan pada kuartal II-2025 mencapai 5,68% yoy dengan besaran distribusi terhadap PDB sebesar 18,67%. Padahal, pada kuartal I-2025 tumbuhnya 4,55%, dan kuartal II-2024 hanya tumbuh 3,95%.
Cepatnya pertumbuhan industri pengolahan menurut catatan BPS ini berkebalikan dengan data PMI Manufaktur yang kini malah dalam zona kontraksi. Membuat beberapa kalangan ekonom menganggap adanya data yang janggal.
"Pertumbuhan industri pengolahan tidak sinkron dengan data PMI Manufaktur. Ini ada yang janggal," ucap Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).
Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar 49,2, yang berarti berada di zona kontraksi empat bulan berturut-turut. PMI berada di bawah ambang ekspansi (50,0), menandakan pelemahan yang konsisten dalam aktivitas manufaktur nasional.
PMI manufaktur RI di level 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, dan 46,9 pada Juni 2025. Meskipun angka pada Juli menunjukkan sedikit perbaikan, posisi yang masih berada di bawah 50 menandakan bahwa pelaku industri tetap menghadapi tekanan, terutama dari sisi permintaan dan produksi.
Kepala Ekonom BCA David Sumual juga mengaku heran dengan melesatnya pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal II-2025 itu. Sebab, ia mencatat kinerja sektor manufaktur juga masih kontraksi dan harga beberapa komoditas (seperti batubara) juga sangat lemah kalau dibandingkan tahun lalu.
"Investasi juga angkanya sangat akseleratif, angka pertumbuhan kuartal I juga banyak revisi. Meski memang saya juga expect akselerasi tapi tidak setajam angka BPS. Manufaktur juga melompat tinggi ke 5,68%," tutur David.
Merespons itu, Direktur Neraca Pengeluaran BPS Pipit Helly Sorayan menjelaskan, yang menjadi acuan data BPS dalam mencatat data kinerja industri ialah Survei Industri Besar dan Sedang (IBS) Bulanan.
Selain itu, ia mengatakan, laju pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal II-2025 itu juga sebetulnya masih sejalan dengan geliat pertumbuhan ekspor yang sebesar 10,67% dengan distribusi terhadap PDB 22,28%. Pertumbuhan ekspor kuartal II-2025 itu lebih tinggi dari catatan pada kuartal II-2024 yang hanya tumbuh 8,13%.
"Data kami berasal dari survei industri bulanan. Angka tersebut sebenarnya juga sejalan dengan besaran ekspor barang kita yang masih tumbuh 10,62%, non migas 12,56%," tegas Pipit.
BPS juga mengacu pada data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia pada kuartal II-2025 yang masih berada pada Zona Ekspansi yaitu sebesar 50,89.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertumbuhan Ekonomi RI Terburuk Sejak Covid Delta, Bos BPS Buka Suara