Kemunculan Rojali-Rohana Tanda Ekonomi RI Sulit Capai 5%

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
Senin, 04/08/2025 11:15 WIB
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena kemunculan Rombongan Jarang Beli atau Rojali dan Rombongan Jarang Beli dan Rombongan Hanya Nanya-Nanya atau Rohana di pusat-pusat perbelanjaan menjadi tanda-tanda makin lemahnya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, kehadiran Rojali dan Rohana di pusat perbelanjaan sebetulnya menandakan bahwa daya beli masyarakat tak kunjung pulih saat ini. Membuat faktor utama penggerak struktur PDB Indonesia yakni konsumsi rumah tangga, belum mampu tumbuh optimal di atas 5%.

"Ya itu sudah jelas karena yang biasa konsumsi di mal-mal yaitu di kalangan kelas menengah, calon kelas menengah, ini kan makin terbatas dari kemampuan dia untuk membeli," kata Faisal kepada CNBC Indonesia, Senin (4/8/2025).


Dalam struktur ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia, kontribusi konsumsi rumah tangga sangat dominan, yakni mencapai 54,53%. Maka, ketika kinerjanya lemah, otomatis akan banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Proyeksi kami memang kuartal II ekonomi di bawah pertumbuhan kuartal I di kisaran 4,7-4,8%. Penyebab perlambatannya itu memang di konsumsi rumah tangga, di kisaran 4,75-4,85%," tegas Faisal.

Faisal menjelaskan, melemahnya konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2025 jika dibandingkan dengan kuartal I 2025 (tahunan), tercermin dari melambatnya pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil (IPR).

Pada kuartal II-2025, IPR diproyeksikan hanya tumbuh 1,2% (tahunan). Angka proyeksi ini separuh dari laju IPR pada Januari-Maret 2025 (2,8%). Di sisi lain, meski pertumbuhan IPR pada kuartal II-2025 lebih tinggi 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, rendahnya IPR pada kuartal II-2025 menurut Faisal adalah alarm bagi konsumsi rumah tangga.

Faisal menjabarkan, data IPR berdasarkan kategori menunjukkan pola yang berbeda sejak 2019, konsumsi non-makanan terus menurun, sementara pengeluaran makanan konsisten tumbuh. Pada kuartal II-2025, bahkan, di saat banyak momen liburan, konsumsi non-makanan masyarakat justru berada di bawah indeks 100, yang artinya pesimis.

Perlambatan konsumsi non-makanan ini sejalan dengan jatuhnya pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada kuartal II-2025, IKK terkontraksi -5,1% (tahunan), padahal pada Januari-Maret masih tumbuh 0,7% (tahunan).

Sementara itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), yang mencerminkan kondisi terkini rumah tangga di Indonesia, tergunting -6,1% secara tahunan pada triwulan II 2025, jauh lebih dalam dari -0,6% pada kuartal sebelumnya tahun ini.

"Ini artinya menunjukkan kemampuan orang belanja di luar kebutuhan esensial itu kebutuhan untuk pakaian, barang-barang elektronik, furnitur, dan lainnya itu makin terbatas. Ke mal pun jadinya enggak belanja hanya lihat-lihat mungkin hanya makan di tempat tertentu, dan itu pun terbatas, sedikit. Belanja tidak, cuma lihat-lihat," paparnya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menambahkan, masih munculnya keberadaan Rojali dan Rohana menandakan stimulus pemerintah belum cukup untuk mendorong tingkat konsumsi masyarakat selama kuartal II-2025.

"Celios menyarankan lakukan Injeksi fiskal secara masif melalui pemberian diskon tarif listrik 40% bagi sektor padat karya selama 12 bulan, penurunan tarif PPN menjadi 8%, kenaikan PTKP ke Rp7,5 juta per bulan," tegas Bhima

Bhima turut memperkirakan, masih terus melemahnya konsumsi masyarakat membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada di kisaran Pertumbuhan kuartal II 2025 di kisaran 4,5-4,7% yoy.

"Karena tidak ada lagi pendorong musiman setelah lebaran. Daya beli sedang lesu, PMI manufaktur juga terkontraksi, sementara lapangan kerja ekspektasi nya melemah," tegas Bhima.

"Bahkan sebagian industri tengah bersiap efisiensi besar besaran terimbas tarif AS dan lonjakan impor produk dari AS. Kita berada pada perfect storm, badai yang sempurna baik dari sisi eksternal dan internal. Kuartal ke III dan ke IV nampaknya bisa lebih berat," ungkapnya.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Berkat Tarif Trump, Kemenkeu Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5%