Hamas Tawarkan Buka Akses untuk Sandera Israel, Ini Syaratnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Hamas menyatakan siap mengizinkan bantuan kemanusiaan bagi para sandera di Gaza jika Israel menghentikan serangan udara dan membuka koridor kemanusiaan secara permanen. Pernyataan ini disampaikan pada Minggu (3/8/2025) di tengah sorotan internasional atas kondisi para sandera yang semakin memburuk.

Laporan Reuters pada Senin (4/8/2025) menyebut Hamas bersedia berkoordinasi dengan Palang Merah Internasional (ICRC) untuk pengiriman bantuan, asalkan Israel memenuhi dua syarat utama.

Pilihan Redaksi Alasan Negara-Negara Arab Mendadak Desak Hamas Serahkan Gaza Profesor Ini Kritik Keras Negara Muslim Soal Nasib Gaza & Afghanistan Negara Uni Eropa Ini Jadi yang Pertama Berani Embargo Senjata Israel Indonesia akan Kirim 10 Ribu Ton Beras ke Gaza Mesir Laporkan Truk Solar Masuk Gaza, Secercah Harapan Muncul

Pernyataan ini muncul sehari setelah Hamas merilis video kedua yang menampilkan sandera Israel, Evyatar David, dalam kondisi sangat kurus dan menggali lubang yang disebutnya sebagai kuburan sendiri. Video ini memicu kemarahan dari negara-negara Barat serta memperburuk tekanan internasional terhadap Hamas.

Kementerian Luar Negeri Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat mengutuk tindakan tersebut dan menyebut perlakuan terhadap para sandera sebagai tidak manusiawi. Pemerintah Israel mengatakan Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan khusus pada Selasa untuk membahas nasib para sandera yang masih ditahan di Gaza.

Forum Keluarga Sandera, yang mewakili kerabat para sandera, menyebut pernyataan Hamas sebagai pengalihan isu.

"Hamas telah menahan orang-orang tak bersalah dalam kondisi mustahil selama lebih dari 660 hari," bunyi pernyataan mereka. "Hamas wajib menyediakan semua kebutuhan mereka. Setiap kematian sandera adalah tanggung jawab Hamas."

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan bahwa dirinya telah meminta Palang Merah agar segera memberikan bantuan kemanusiaan kepada para sandera.

"Kami menuntut agar Palang Merah segera mengakses para sandera dan memastikan mereka mendapatkan perlakuan yang layak," kata Netanyahu.

Pemerintah Israel memperkirakan masih ada 50 sandera yang ditahan di Gaza, dengan hanya 20 orang yang diyakini masih hidup. Akses kemanusiaan terhadap mereka tetap tertutup, dan keluarga mereka mengaku tidak memiliki informasi apa pun mengenai kondisi terkini para sandera.

Baca: Pertama Kalinya, Negara-Negara Arab Desak Hamas Serahkan Gaza

Di sisi lain, situasi kemanusiaan di Gaza semakin parah. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan enam kematian akibat kelaparan dan malnutrisi dalam 24 jam terakhir, menambah jumlah korban menjadi 175 orang sejak perang dimulai, termasuk 93 anak-anak. Krisis pangan dan bahan bakar menyebabkan lumpuhnya sebagian besar layanan dasar, termasuk rumah sakit.

Badan militer Israel COGAT mengatakan telah mengizinkan masuknya empat truk tangki bahan bakar milik PBB untuk mendukung operasional fasilitas penting seperti rumah sakit dan dapur umum. Sementara itu, media Mesir melaporkan dua truk solar seberat total 107 ton tengah menuju Gaza, meski belum ada konfirmasi apakah bantuan tersebut sudah benar-benar masuk.

Kendati Israel menyatakan telah membuka sebagian akses bantuan dan menghentikan serangan di beberapa wilayah pada waktu tertentu, badan-badan PBB menilai langkah itu masih belum mencukupi. Mereka mendesak Israel untuk memperluas jalur darat dan mempercepat distribusi bantuan guna menghindari bencana kelaparan yang lebih luas di wilayah berpenduduk 2,2 juta jiwa tersebut.

Perang di Gaza meletus pada 7 Oktober 2023 ketika Hamas menyerang Israel selatan, menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya. Israel membalas dengan kampanye militer besar-besaran yang, menurut otoritas Palestina, telah menewaskan lebih dari 60.000 warga di Jalur Gaza hingga saat ini.

(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemimpin Hamas Tewas Diserang Rudal Israel Saat Lagi Shalat