Internasional

AS Mau 'Tunggangi' Perang Saudara Tetangga RI, Incar Harta Karun Ini

luc, CNBC Indonesia
29 July 2025 14:40
Limbah beracun dari tambang tanpa izin di Myanmar mengalir ke sungai-sungai di sebrang perbatasan yang merupakan wilayah Thailand. (Manan VATSYAYANA / AFP)
Foto: AFP/MANAN VATSYAYANA

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Donald Trump tengah menimbang sejumlah proposal kontroversial yang dapat secara drastis mengubah arah kebijakan Amerika Serikat terhadap Myanmar, dengan tujuan akhir mengalihkan pasokan mineral tanah jarang dari negara tersebut agar tak lagi mengalir ke China.

Empat sumber yang mengetahui langsung jalannya diskusi internal Gedung Putih mengatakan kepada Reuters proposal-proposal tersebut mencakup kemungkinan negosiasi damai antara junta militer Myanmar dan kelompok pemberontak Kachin Independence Army (KIA), maupun opsi sebaliknya: menjalin kerja sama langsung dengan KIA sambil tetap menjauhi junta.

Belum ada keputusan yang diambil, dan para ahli menekankan bahwa tantangan logistik akan sangat besar. Namun jika usulan-usulan ini dijalankan, Washington bisa saja menjalin kesepakatan dengan kelompok etnis bersenjata yang saat ini menguasai sebagian besar cadangan tanah jarang berat Myanmar.

"Diskusi ini masih pada tahap awal dan bersifat eksploratif," ungkap seorang pejabat senior pemerintahan Trump.

Ia menambahkan bahwa "para pejabat menghadiri pertemuan ini sebagai bentuk dukungan terhadap komunitas bisnis Amerika dan untuk membantu menyeimbangkan defisit perdagangan AS sebesar US$579 juta dolar dengan Myanmar".

Tanah jarang adalah kelompok 17 logam yang digunakan untuk memproduksi magnet berdaya tinggi yang vital bagi berbagai aplikasi teknologi canggih. Tanah jarang secara khusus sangat penting untuk industri pertahanan, digunakan dalam pembuatan jet tempur dan senjata berteknologi tinggi.

AS saat ini hanya memproduksi dalam jumlah sangat kecil dan sangat bergantung pada impor. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), China mengendalikan hampir 90% kapasitas pengolahan global.

Dalam salah satu pertemuan tertutup pada 17 Juli lalu di kantor Wakil Presiden JD Vance, sejumlah ide disampaikan, termasuk oleh Adam Castillo, mantan ketua Kadin AS di Myanmar yang kini menjalankan perusahaan keamanan di negara tersebut. Pertemuan itu juga dihadiri oleh penasihat Vance untuk urusan Asia dan perdagangan, meski Vance sendiri tidak hadir.

Castillo mengusulkan agar AS meniru pendekatan China dengan menjadi penengah antara militer Myanmar dan KIA untuk membentuk kesepakatan otonomi bilateral. Menurutnya, kelompok bersenjata etnis seperti KIA sudah muak dieksploitasi China dan ingin menjalin kerja sama dengan AS.

"KIA tahu mereka punya komoditas yang strategis dan ingin diversifikasi," kata Castillo kepada Reuters. "Kita bisa memanfaatkan keinginan itu untuk mengurangi ketergantungan global pada China."

Tambang-tambang di wilayah Kachin Myanmar merupakan penghasil utama tanah jarang yang selama ini diekspor ke China untuk diolah. Castillo juga menyarankan agar AS menjalin kerja sama pemrosesan sumber daya ini dengan mitra-mitra dalam kelompok Quad - India, Jepang, dan Australia.

Kementerian Pertambangan India tak merespons permintaan komentar, tetapi seorang pejabat pemerintah India mengatakan belum mengetahui apakah rencana seperti itu telah dikomunikasikan ke New Delhi. Ia menambahkan bahwa "bahkan jika rencana itu disepakati, akan butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun infrastruktur pemrosesan yang diperlukan."

Proposal lainnya disampaikan oleh Sean Turnell, ekonom asal Australia dan mantan penasihat Aung San Suu Kyi. Ia mengusulkan agar pemerintahan Trump tetap berkomitmen mendukung kekuatan demokratis di Myanmar.

Turnell mengatakan kepada Reuters bahwa ia telah bertemu dengan pejabat di Departemen Luar Negeri, Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, dan Kongres.

"Salah satu usulan kami adalah AS dapat mengakses tanah jarang melalui KIA, dan itu bisa menjadi win-win untuk mendukung oposisi Myanmar sekaligus mengurangi ketergantungan dari China," ujarnya.

Diskusi informal dengan KIA disebut telah berlangsung beberapa bulan terakhir, meski tidak pernah diumumkan secara publik. Seorang sumber di industri tanah jarang mengatakan bahwa pejabat AS mulai menjalin komunikasi sekitar tiga bulan lalu, setelah KIA mengambil alih kawasan tambang Chipwe-Pangwa.

Namun, para analis memperingatkan bahwa rencana ambisius ini akan sangat sulit diwujudkan. Bertil Lintner, penulis dan pengamat lama isu Myanmar, menyebut rencana AS untuk menarik pasokan rare earth dari Myanmar ke India "sangat tidak masuk akal" karena medan geografis yang ekstrem.

"Semua tambang itu berada dekat perbatasan Cina, dan kalau ingin mengangkutnya ke India, hanya ada satu jalan dan China pasti akan menghalanginya," kata Lintner.

Meski begitu, junta Myanmar sendiri tampaknya mulai melunak terhadap Washington. Ketika Trump mengancam tarif baru sebesar 40% terhadap ekspor Myanmar ke AS awal bulan ini, ancaman tersebut dituangkan dalam surat yang ditujukan langsung kepada Jenderal Min Aung Hlaing.

Sebagai respons, pemimpin junta itu memuji kepemimpinan Trump dan menyatakan kesiapannya mengirim tim negosiasi ke Washington. Ia juga meminta tarif diturunkan dan sanksi dicabut.

Namun, pejabat senior Gedung Putih menegaskan bahwa pencabutan sebagian sanksi pekan lalu terhadap sejumlah sekutu junta "tidak ada kaitannya" dengan surat Min Aung Hlaing. Pemerintahan Trump, menurut sumber, masih meninjau ulang keseluruhan kebijakan AS terhadap Myanmar sejak pelantikan Trump pada Januari lalu, dan belum membuat keputusan akhir apakah akan menjalin kerja sama dengan junta atau tetap fokus pada KIA dan oposisi.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Zelensky Menyerah, Rela Ikuti Kemauan Trump soal Perang dengan Rusia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular