
AS Mau RI Cabut Larangan Ekspor Nikel? ESDM Tegas Bilang Gini

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor mineral mentah, termasuk nikel dan lainnya tetap akan berlaku dan tidak berubah.
Hal ini sebagai respons permintaan Amerika Serikat agar Indonesia menghapus pembatasan ekspor sejumlah komoditas industri, termasuk mineral kritis.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menilai bahwa kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan AS kemungkinan bukanlah terkait permintaan penghapusan larangan ekspor mineral mentah.
Terlebih, kebijakan mengenai larangan ekspor mineral mentah ini sudah diatur di dalam Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
"Di dalam Undang-Undang kita kan dijelaskan, Undang-Undang 3 tahun 2020. Bahwa ekspor raw material itu berhenti tiga tahun setelah diundangkan. Diundangkan tahun 2020, berarti ya 2023 selesai," kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan resmi bersama antara Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Indonesia terkait kerangka kerja untuk negosiasi Perjanjian Perdagangan Timbal Balik.
Berdasarkan pernyataan bersama terkait kerangka perjanjian AS-Indonesia, yang dirilis Gedung Putih pada Rabu (23/07/2025) tersebut, ada salah satu point yang menyebut, "Indonesia akan menghapus pembatasan ekspor komoditas industri ke Amerika Serikat, termasuk mineral kritis."
Lantas, apa maksud dari klausul tersebut? Apakah ini maksudnya terkait dengan kebijakan larangan ekspor mineral mentah dan konsentrat yang sudah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia? Pasalnya, pembatasan ekspor mineral kritis Indonesia selama ini hanya terkait kebijakan larangan ekspor mineral mentah. Mineral harus terlebih dahulu diproses di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri sebelum diekspor keluar negeri.
Saat ditanyai terkait hal ini, Menko Perekonomian Airlangga menegaskan bahwa tidak ada penghapusan larangan ekspor mineral kritis Indonesia.
"Tidak, di dalam detilnya ada. Tidak ada yang dihapuskan," terang Airlangga kepada wartawan, dikutip Kamis (24/7/2025).
Airlangga pun menegaskan, mineral kritis yang bisa diekspor, termasuk ke AS, tetaplah yang sudah melewati proses hilirisasi atau pengolahan di dalam negeri.
"Processed mineral," tandasnya.
Reaksi Pengusaha
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengaku belum dapat berkomentar banyak mengenai poin kesepakatan itu.
Namun, apabila mengacu pada pembukaan keran ekspor mineral mentah, Indonesia sendiri saat ini sudah memiliki kebijakan untuk mendorong pengolahan bahan mentah di dalam negeri.
"Tapi setahu saya itu bukan membolehkan ekspor ore karena hilirisasi kita sampai saat ini itu kunci suksesnya adalah karena ada kewajiban larangan ekspor. Jadi kalau ini dicabut misalnya kalau memang terjemahnya seperti itu tentu kita set back lagi. Jadi saya pemahamannya sih bukan," kata Hendra ditemui di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Di sisi lain, apabila memang benar kebijakan larangan ekspor bahan mentah nantinya dihapus dampaknya terhadap Indonesia cukup kecil. Mengingat, ekspor mineral RI ke negeri Paman Sam bisa dikatakan hampir tidak ada.
"Ekspor kita ke sana tembaga, nikel, itu bisa dikatakan hampir gak ada. Ada tapi datanya kalau salah cuma 10 juta dolar atau berapa lah ya, jadi bisa dikatakan gak ada dampak langsung karena gak ada ekspor ke sana, termasuk nikel. Kenapa gak ada? Karena kan jauh ya, mendingan kita ekspornya ke ASEAN atau ke China begitu," ujarnya.
Perlu diketahui, berdasarkan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara No.3 tahun 2020 (UU Minerba) larangan ekspor mineral mentah mulai diberlakukan pada 10 Juni 2023. Namun, karena smelter di dalam negeri belum tuntas, ekspor beberapa jenis mineral, termasuk konsentrat tembaga, masih diizinkan sampai akhir 2024.
Seharusnya per 1 Januari 2025 tak ada lagi ekspor mineral mentah yang diizinkan, kecuali konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia. Pasalnya, terdapat kondisi kahar pada smelter Freeport, sehingga menyebabkan tuntasnya pembangunan smelter tertunda, dan membutuhkan waktu hingga smelter baru tersebut beroperasi.
Freeport masih mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga hingga September 2025.
Sementara larangan ekspor bijih nikel sudah berlaku sejak 1 Januari 2020.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Mau Naikkan Tarif Royalti Nikel, Ramai Pengusaha Bilang Ini
