
Ekonomi ASEAN Jadi Korban Kebijakan Trump & Perang Timur Tengah

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga internasional The ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) memperkirakan kawasan ASEAN+3 akan tumbuh sebesar 3,8% pada tahun 2025 dan 3,6% pada tahun 2026, berdasarkan laporan terbarunya, ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO).
Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan pada laporan AMRO pada April alu, yakni sebesar 4,2% untuk tahun 2025 dan 4,1% untuk tahun 2026. Sebagai catatan, ASEAN +3 terdiri dari negara-negara ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan.
Kepala Ekonom AMRO, Dong He menjelaskan angka tersebut mencerminkan meningkatnya ketidakpastian global, terutama perkembangan kebijakan tarif AS yang belum menjadi pertimbangan perhitungan pada saat itu.
"Yang menggembirakan, kawasan ASEAN+3 memasuki periode turbulensi perdagangan global ini dari posisi yang relatif kuat dan tangguh. Sebagian besar pembuat kebijakan regional telah bertindak lebih awal untuk meredam dampak guncangan perdagangan, dan ruang kebijakan masih tersedia untuk dukungan lebih lanjut jika diperlukan," ujar Dong He dalam konferensi pers, Rabu (23/7/2025).
Sementara di sisi lain, Inflasi di kawasan ASEAN+3 terus menurun, meskipun terjadi lonjakan sementara harga minyak yang didorong oleh ketegangan di Timur Tengah.
Pasar keuangan di kawasan ini juga menunjukkan ketahanan, dengan mata uang regional umumnya menguat terhadap dolar AS di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar atas ketidakpastian kebijakan AS.
Secara garis besar, prospek ekonomi ASEAN+3 masih dibayangi oleh ketidakpastian yang signifikan, dengan peningkatan tarif AS menimbulkan risiko yang paling besar.
"Kemajuan yang tidak merata dalam negosiasi tarif dan potensi perluasan tarif untuk produk tambahan dapat semakin mengganggu aktivitas perdagangan dan membebani pertumbuhan kawasan," ujarnya.
Ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung menambah kompleksitas, sementara perlambatan ekonomi yang lebih tajam dari perkiraan di AS dan Eropa, bersama dengan kondisi keuangan global yang lebih ketat akibat suku bunga AS yang tinggi dan berkepanjangan, dapat semakin melemahkan prospek pertumbuhan.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif Trump Makan Korban Baru: 800 Pekerja Volvo di PHK
