
Fenomena 'Japanese First' Muncul di Jepang, Hati-Hati Pekerja RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilihan majelis tinggi Jepang, Minggu, membuka mata bahwa fenomena baru telah muncul di Negeri Sakura. Fenomena ini terkait kemenangan partai sayap kanan ekstrem Sanseito.
Partai tersebut meraih dukungan besar. Melalui kampanye kontroversial, di mana partai meneriakkan peringatan akan "invasi diam-diam" imigran ke Jepang dan janji-janji untuk pemotongan pajak serta pengeluaran kesejahteraan, Sanseito memperoleh 14 suara dari 248 kursi.
Sanseito pertama kali berawal dari tayangan di YouTube selama pandemi Covid-19. Partai kerap menyebarkan teori konspirasi tentang vaksinasi dan komplotan elit global.
Namun narasi yang berhasil membawanya menembus politik arus utama politik negeri itu adalah dengan "Japanese First". Frasa ini dimaksudkan untuk mengekspresikan upaya membangun kembali mata pencaharian masyarakat Jepang dengan melawan globalisme.
![]() Partai Sanseito Jepang. (Facebook/参政党) |
"Saya tidak mengatakan bahwa kita harus sepenuhnya melarang orang asing atau bahwa setiap orang asing harus keluar dari Jepang," ujar pemimpin partai yang berusia 47 tahun, Sohei Kamiya, dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi lokal Nippon Television setelah pemilu, dikutip Reuters, Selasa (22/7/2025).
Sanseito sendiri sebenarnya telah menjadi perbincangan hangat di dunia karena sentimen populis dan anti-asing. Ini seiring melemahnya kekuatan Partai Demokrat Liberal (LDP) pimpinan Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba dan mitra koalisinya, Komeito.
Keduanya kehilangan mayoritas di majelis tinggi, di bawah 50 suara, meski tetap menang. Hal ini membuat mereka semakin bergantung pada dukungan oposisi setelah kekalahan di majelis rendah pada bulan Oktober.
"Sanseito menjadi perbincangan... karena sentimen populis dan anti-asing. Ini lebih merupakan kelemahan LDP dan Ishiba daripada yang lainnya," kata Kepala Japan Society, lembaga nirlaba AS, Joshua Walker.
Publik Akan Menyadari Kami Benar & Donald Trump
Sebetulnya, dalam jajak pendapat NHK, menjelang pemilu Minggu, 29% pemilih mengatakan jaminan sosial dan penurunan angka kelahiran adalah kekhawatiran terbesar mereka. Sebanyak 28% menyatakan khawatir dengan kenaikan harga beras, yang telah berlipat ganda dalam setahun terakhir.
Masalah imigrasi juga masuk lima besar perhatian warga. Bahkan angkanya sebanyak 7%.
"Kami dikritik karena xenofobia dan diskriminatif," kata Kamiya lagi.
"Publik akhirnya menyadari bahwa media salah dan Sanseito benar," tegasnya.
Pada intinya Sanseito menarik perhatian para pemilih karena frustrasi dengan ekonomi dan mata uang Yen yang lemah. Ini menarik wisatawan dalam jumlah rekor ke Jepang, yang selanjutnya menjadi "boomerang" karena mendorong kenaikan harga yang tidak terjangkau oleh orang Jepang.
Dalam sebuah wawancara lain, Kamiya yang sebelumnya adalah mantan manajer supermarket dan guru bahasa Inggris, mengatakan bahwa ia terinspirasi oleh "gaya politik berani" Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump juga seorang yang anti imigran dan terkenal dengan kampanye "Make America Great Again (MAGA)" yang mendahulukan kepentingan AS.
Ia juga membandingkan partainya dengan partai sayap kanan Jerman, AfD. Sanseito juga disamakan dengan Partai Reform di Inggris yang berhaluan populis kanan dan euroskeptik, serta dikenal luas atas sikapnya terhadap Brexit.
Kamiya mengatakan ia berencana untuk mengikuti contoh partai-partai populis yang sedang berkembang di Eropa dengan membangun aliansi dengan partai-partai kecil lainnya. Menurutnya ini strategi penting dibanding bekerja sama dengan pemerintahan LDP, yang telah berkuasa hampir sepanjang sejarah Jepang pascaperang.
Perilaku Pekerja Asing
Sebelumnya, hanya beberapa hari sebelum pemungutan suara, pemerintahan Ishiba mengumumkan satuan tugas pemerintah baru untuk memerangi "kejahatan dan perilaku tidak tertib" oleh warga negara asing. Partainya bahkan telah menjanjikan target "nol orang asing ilegal".
Awal bulan diketahui pula viral pemberitaan soal kedatangan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) asal RI yang dianggap melakukan tindakan yang tidak selaras dengan ketentuan dan norma yang berlaku di Jepang serta mencederai nama baik Indonesia di Jepang. Namun Kemlu telah berkoordinasi dengan PSHT untuk menghindari terjadinya hal serupa di masa datang.
Berdasarkan data Kantor Imigrasi Jepang per Desember 2024, jumlah WNI di Jepang mencapai 199.824 orang, meningkat lebih dari 15% dalam enam bulan terakhir. Jumlah tersebut sekitar 5% dari total warga asing dan 0,16% dari total penduduk Jepang.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jepang Catat Surplus Dagang di Maret 2025
