Terungkap, Fakta Baru Kecelakaan Pesawat Jeju Air di Korsel
Jakarta, CNBC Indonesia - Investigasi otoritas Korea Selatan terhadap kecelakaan fatal pesawat Jeju Air mengungkap bukti awal bahwa pilot mematikan mesin yang mengalami kerusakan lebih ringan setelah pesawat menabrak kawanan burung. Temuan ini disampaikan oleh seorang sumber yang mengetahui langsung proses penyelidikan, Senin (21/7/2025).
"Tim investigasi memiliki bukti yang jelas dan data cadangan, sehingga temuannya tidak akan berubah," ujar sumber tersebut kepada Reuters,meminta anonimitas karena laporan resmi belum dirilis.
Bukti tersebut mencakup perekam suara kokpit, data komputer penerbangan, serta posisi sakelar mesin yang ditemukan di reruntuhan. Data itu menunjukkan pilot mematikan mesin kiri, bukan kanan, usai burung masuk ke mesin sesaat sebelum pesawat mendarat.
Kecelakaan yang terjadi pada 29 Desember lalu di Bandara Muan itu menewaskan seluruh penumpang dan awak kecuali dua orang. Tragedi ini menjadi salah satu kecelakaan udara paling mematikan yang pernah terjadi di Korea Selatan.
Seorang sumber pemerintah yang juga terlibat dalam penyelidikan mengatakan, tidak ditemukan kerusakan signifikan pada mesin sebelum tabrakan dengan burung terjadi.
Dalam pengarahan Sabtu lalu kepada keluarga korban, penyelidik menyampaikan bahwa mesin kanan mengalami kerusakan lebih parah akibat tabrakan burung. Namun, terdapat bukti tidak langsung bahwa mesin kiri, yang lebih ringan kerusakannya, justru yang dimatikan oleh pilot.
Informasi ini juga telah dilaporkan oleh media lokal seperti MBN dan Yonhap selama akhir pekan.
Hingga saat ini, Badan Investigasi Kecelakaan Penerbangan dan Kereta Api Korea Selatan (ARAIB) belum memberikan tanggapan resmi. Boeing dan produsen mesin CFM International, joint venture antara GE dan Safran (Prancis), juga belum merespons permintaan komentar.
Jeju Air menyatakan akan terus bekerja sama penuh dengan penyelidikan ARAIB dan menunggu hasil resmi.
ARAIB semula berencana merilis informasi terbaru kepada publik, namun dibatalkan setelah mendapat penolakan dari keluarga korban. Pengacara keluarga menyebut rilis tersebut terkesan menyalahkan pilot tanpa mempertimbangkan faktor lain yang mungkin berkontribusi.
"Pesawat tidak hanya menabrak burung, tapi juga tanggul berisi peralatan navigasi di ujung landasan. Itu menyebabkan kebakaran dan ledakan sebagian," ungkap perwakilan keluarga korban.
Serikat pilot Jeju Air juga menyoroti hal yang sama. Mereka menyebut ARAIB menyesatkan publik dengan menyimpulkan mesin kiri tidak bermasalah, padahal sisa-sisa burung ditemukan di kedua mesin.
"Tidak ada dasar ilmiah atau teknologi yang membuktikan bahwa pesawat bisa mendarat dengan selamat hanya dengan satu mesin," kata serikat tersebut dalam pernyataan resmi.
Serikat pekerja menilai investigasi sejauh ini terlalu fokus pada kesalahan pilot, dan belum menyentuh potensi kelalaian dari sisi organisasi atau desain bandara.
Sesuai aturan internasional, laporan akhir investigasi biasanya diterbitkan dalam waktu satu tahun sejak kecelakaan. Laporan awal pada Januari menyebutkan sisa-sisa bebek ditemukan di dua mesin, namun tidak dijelaskan tingkat kerusakannya.
Pihak keluarga mendesak agar semua informasi disampaikan secara utuh dan objektif. "Ada sejumlah frasa dalam siaran pers yang bisa ditafsirkan sebagai kesimpulan akhir, padahal seluruh fakta belum terungkap," kata juru bicara perwakilan keluarga.
Kecelakaan udara dikenal sebagai insiden kompleks yang melibatkan banyak faktor. Oleh sebab itu, berbagai pihak meminta agar proses investigasi dilakukan secara menyeluruh, transparan, dan tidak terburu-buru dalam menarik kesimpulan.
(tfa/tfa)