Bisa Tidur Nyenyak! Ini Cara Mudah Pedagang Online Bayar Pajak

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Jumat, 18/07/2025 11:00 WIB
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Marketplace atau e-commerce kini akan ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dari para pedagang online yang memiliki omzet per tahun mencapai Rp 500 juta.

Ketentuan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace terhadap para pedagang online itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 dengan tarif hanya sebesar 0,5%.


Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan, mekanisme pemungutan yang akan dilakukan oleh marketplace kepada para pedagang online ia melalui penerbitan invoice saat setiap transaksi.

"Nah itu, mekanismenya adalah ya nanti ketika ada barang yang laku, biasanya kan menerbitkan invoice kan ya, pagihan kan, pada marketplace. Nah itu dasarnya yang digunakan oleh marketplace untuk mengenakan 0,5%," kata Rosmauli dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025)

Sebelum pemungutan dilakukan, para pedagang online yang telah memiliki omzet Rp 500 juta ke atas harus membuat surat pernyataan supaya bisa dipungut oleh otomatis PPh Pasal 22 nya oleh e-commerce. Surat pernyataan itu disampaikan ke marketplace tempatnya berjualan.

"Kalau dia omzetnya sudah di atas Rp 500 juta, ya dengan sistemnya tetap self-assessment, karena yang paling tahu omzetnya sudah berapa, itu kan pedagang ya, mercen dalam hal ini, dia akan ngitung sendiri," ucap Rosmauli.

"Jadi memang dibutuhkan kejujuran dari para mercen ini untuk ngitung sendiri. Ternyata omzet saya nih sampai dengan nanti ketika diberlakukan implementasi, sudah Rp 500 juta gitu ya. Nah dia bikin surat pernyataan. Kalau dia hitung, oh belum 500 juta. Dia juga bikin pernyataan, omset saya belum 500 juta, jangan dipotong dong, nah itu mekanismenya," paparnya.

Meskipun para pedagang online memiliki kewenangan penuh untuk menghitung omzetnya, Rosmauli mengingatkan, Ditjen Pajak tentunya nanti akan melakukan pengawasan apakah pelaporan yang disampaikan sesuai dengan transaksi riilnya maupun penghasilan pertahunnya.

"Kita punya data, banyak data pihak ketiga, termasuk marketplace ini kan pihak ketiga juga yang membantu Direktorat Jenderal Pajak, dari pelaporan yang dilakukan oleh marketplace kita kan bisa tahu. Jadi ya memang intinya supaya tidurnya nyenyak ya memang harus menghitung dengan benar," paparnya.

Sebagaimana diketahui, dalam PMK 37/2025 disebutkan bahwa PPh Pasal 22 yang akan dipungut marketplace terhadap para pedagang onlinenya, terdiri dari pedagang online perorangan atau merupakan wajib pajak orang pribadi maupun perusahaan atau wajib pajak badan.

Untuk pedagang online yang merupakan wajib pajak orang pribadi, ialah omzet atau peredaran bruto nya dalam setahun di antara Rp 500 juta sampai dengan di atas Rp 4,8 miliar per tahun. Sedangkan badan ialah di bawah maupun di atas Rp 4,8 miliar setahun.

Untuk pedagang online perorangan yang omzetnya di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun akan terkena tarif PPh Final sebesar 0,5% bila masih memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

Sementara itu, bila sudah di atas Rp 4,8 miliar atau tidak memenuhi ketentuan PP 55/2022 atau memilih ketentuan umum tarifnya masih tetap sama saat dipungut para marketplace, yakni tetap 0,5%. Bedanya PPh sebesar 0,5% yang dipungut itu dapat dijadikan kredit pajak dalam SPT Tahunan.

Ketentuan yang sama berlaku bagi wajib pajak badan yang omzetnya di atas Rp 4,8 miliar. Namun, bila masih di bawah ambang batas itu, masih bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5% asal memenuhi ketentuan PP 55/2022.


(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tugaskan Shopee Cs Pungut Pajak Pedagang Online, Ini Kata DJP