Harga Gabah Naik, Pemerintah Bakal Naikkan HET Beras Medium?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menyesuaikan Kembali Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk jenis beras medium seiring dengan naiknya harga Gabah Kering Panen (GKP) yang turut mempengaruhi harga beras medium belakangan ini.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi kepada wartawan di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Selasa (15/7/2025) lalu. Pihaknya juga sempat mengumpulkan pihak terkait untuk membahas HET beras. Dalam pertemuan tersebut dibahas pula jika harga gabah naik ke level 7.000/kg saat masa panen habis.
"Ya kita pertimbangkan HET beras medium untuk disesuaikan, kalau harga gabahnya sudah menyentuh Rp 7.000 per kilogram. Penyebab lain yakni karena beras medium cukup beragam," kata Arief, dikutip Kamis (17/7/2025).
"Semua sih mungkin ya, kenapa tidak mungkin? Saya juga kan dari bulan April sudah mengumpulkan stakeholders perberasan. Kita diskusi mengenai apabila gabah itu sampai di level Rp 7.000, berapa sih HET-nya. Nah kalau misalnya beras mediumnya memang perlu di-review, ya kita review," tambah Arief.
Ia menekankan, jika memang harus ada kenaikan harga beras medium, artinya pemerintah telah mempertimbangkan kewajaran baik untuk petani, penggilingan, hingga konsumen.
"Jadi yang benar itu yang harusnya wajar di penggilingan, wajar di petani, wajar di konsumen," ujarnya.
Arief tidak membantah terjadinya kenaikan harga beras, karena kenaikan harga gabah dan praktik yang dilakukan penggilingan. Menurutnya, kenaikan harga beras terjadi karena ulah penggilingan yang ugal-ugalan membeli gabah.
Menurutnya, pihak penggiling diketahui adu tinggi harga dalam membeli gabah dari petani. Hal ini memang menguntungkan petani, tetapi efek panjangnya akan memengaruhi harga produksi. Padahal pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) GKP sebesar Rp 6.500/kg.
"Kenapa harga produksi tinggi? Ya karena beli gabahnya ugal-ugalan. Misal ya, harga gabah Rp 6.500 per kg, terus (misalnya) pihak A beli Rp 6.800 per kg, kamu beli Rp 7.000 per kg, lalu pihak B maunya Ro 7.400, nggak mau kalah lagi ada pihak lain yang beli Rp 7.600-7.800/kg. Bagus untuk petani, tetapi dia harus mengukur, kalau beli gabahnya dengan premium, itu jadinya Rp 14.900/kg (harga produksi)," terang Arief.
Menurutnya, penggilingan harusnya masif menyerap gabah saat panen raya dengan harga sesuai HPP. Dengan begitu, stok untuk produksi ketika masa tanam tetap tercukupi. Jadi tidak harus berebut beli gabah dari petani dengan harga tinggi.
Arief pun menghimbau kepada para penggiling untuk melihat masyarakat yang masih membutuhkan beras, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu.
"Kalau hari ini harga gabah naik signifikan, saya menghimbau kepada teman-teman penggilingan padi, pertama harga dari gabah yang diminta oleh pemerintah, perintah dari Pak Presiden Prabowo itu minimal Rp 6.500 per kg. Pada saat harga itu sudah Rp 7.100 per kg atau Rp 7.200 per kg, nah teman-teman penggiling padi juga harus melihat bahwa di ujung itu ada 280 juta konsumen, yang harganya itu dibatasi HET Rp 14.900 per kg. Jadi tolong dalam membeli gabah juga melihat, mempertimbangkan, sampai di batas mana supaya HET itu tidak terlampaui," katanya.
"Misalnya kalau HET-nya akan terlampaui pada saat harga gabah tinggi, misal Rp 7.500 per kg, jangan lebih dari Rp 7.600 per kg, habis itu alasannya HET-nya. Tolong dilihat lagi sama-sama, dan tentunya ini momentum untuk perbaikan," pungkas Arief.
(dce)