Proyek Kamp Palestina Bikin Panas Israel, Ditolak Militer & Eks PM
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah Israel membangun kamp khusus bagi warga Palestina di selatan Gaza memicu konflik internal di jajaran elite, termasuk dengan militer dan mantan Perdana Menteri Ehud Olmert. Proyek ini bahkan mendapat kecaman internasional karena dinilai berpotensi menjadi bentuk baru segregasi etnis.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Katz mengungkapkan bahwa militer telah diminta menyusun rencana pembangunan kamp di wilayah antara perbatasan Mesir dan "koridor Morag". Rencananya, 600.000 warga Gaza akan dipindahkan ke sana, bahkan dalam jangka panjang bisa mencakup seluruh populasi Gaza.
"Yang berada di dalam kamp hanya boleh keluar menuju negara lain," ujar Katz kepada wartawan Israel, seperti dikutip Guardian pada Selasa (15/7/2025).
Rencana ini disebut sebagai bagian dari negosiasi gencatan senjata dengan Hamas. Namun, Hamas menilai proposal kamp sebagai bentuk penghalang.
"Ini akan menjadi kota terisolasi yang menyerupai ghetto," kata anggota senior Hamas, Husam Badran, kepada The New York Times. "Tidak ada warga Palestina yang akan menyetujuinya."
Proyek yang disebut sebagai "kota kemanusiaan" ini juga menuai penolakan dari militer. Kepala Staf IDF Jenderal Eyal Zamir memperingatkan dalam rapat kabinet bahwa proyek tersebut akan menyedot anggaran dan sumber daya militer, sekaligus menghambat upaya penyelamatan sandera.
Zamir juga menekankan bahwa "memusatkan" warga sipil bukanlah tujuan operasi militer. Ini merespons kekhawatiran para prajurit cadangan bahwa mereka bisa menghadapi perintah yang melanggar hukum internasional.
Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak penilaian tersebut. Dalam rapat kabinet, Netanyahu mengecam rencana Zamir yang dianggap "terlalu mahal dan terlalu lambat". Ia memerintahkan jadwal pembangunan baru yang lebih murah dan cepat disusun dalam waktu dua hari.
Konflik juga meruncing ke ranah politik domestik setelah mantan Perdana Menteri Ehud Olmert memperingatkan bahwa proyek tersebut dapat dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis. Ia bahkan menyebutnya menyerupai "kamp konsentrasi".
Pernyataan Olmert langsung diserang balik. Menteri Warisan Budaya Amichai Eliyahu menyerukan agar Olmert dipenjara. "Dia sudah akrab dengan penjara. Tidak ada cara lain membungkam kebencian dan antisemitismenya," ujar Eliyahu, merujuk pada kasus korupsi Olmert di masa lalu.
Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan Israel memperkirakan biaya pembangunan kamp mencapai US$2,7 miliar hingga US$4 miliar, yang akan ditanggung hampir seluruhnya oleh negara. Biaya tahunan diproyeksikan mencapai 15 miliar shekel atau sekitar Rp63 triliun, dan dikhawatirkan menggerus anggaran pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Di sisi lain, serangan militer Israel di Gaza terus berlangsung. Sedikitnya 31 orang dilaporkan tewas hanya dalam satu hari, menurut data rumah sakit lokal. Di selatan Gaza, Rumah Sakit Nasser menerima 12 jenazah, termasuk tiga warga sipil yang tengah menunggu bantuan. Rumah Sakit Shifa di utara Gaza mencatat 12 korban tewas, termasuk anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, badan-badan PBB memperingatkan bahwa operasi mereka bisa lumpuh total dalam waktu dekat akibat kekurangan bahan bakar. "Tanpa bahan bakar, rumah sakit berhenti, ambulans tidak bergerak, produksi air, transportasi, sanitasi, telekomunikasi... semuanya berhenti," bunyi pernyataan bersama lembaga kemanusiaan PBB.
(tfa/tfa)