Ekspor China 'Meledak! ASEAN Jadi Pelabuhan Baru, Trump Gigit Jari?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor China melesat 5,8% secara tahunan pada Juni 2025, melampaui ekspektasi pasar sebesar 5%. Lonjakan ini ditopang oleh pengiriman kuat ke negara non-Amerika Serikat (AS) dan dampak positif dari gencatan senjata tarif sementara dengan Washington.
"Ekspor yang kuat membantu mengimbangi permintaan domestik yang lemah dan menjaga pertumbuhan PDB tetap mendekati target 5%," ujar Zhiwei Zhang, Presiden dan Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management, seperti dikutip CNBCÂ International pada Senin (14/7/2025).
Sementara ekspor tumbuh, impor China naik 1,1%, menandai pertumbuhan pertama tahun ini meskipun masih di bawah ekspektasi sebesar 1,3%. Kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh basis perbandingan yang rendah tahun lalu.
Meski ekspor China ke AS masih turun 16,1% pada Juni, laju penurunan melambat dibanding bulan sebelumnya seiring pelonggaran sebagian tarif. Sebaliknya, ekspor ke Asia Tenggara melonjak 16,8%, dan ke Uni Eropa naik 7,6%.
Secara semester I 2025, ekspor China naik 5,9% secara tahunan, sementara impor turun 3,9%, menghasilkan surplus perdagangan hampir US$586 miliar, atau 35% lebih tinggi dari tahun lalu.
Namun, para analis memperingatkan momentum ekspor bisa melemah jika ketidakpastian tarif AS kembali meningkat. "Tarif akan tetap tinggi, dan produsen China kesulitan memperluas pasar dengan hanya mengandalkan strategi harga," kata Zichun Huang, Ekonom China di Capital Economics.
Ekspor komoditas utama seperti tanah jarang melonjak 60,3% secara tahunan, mencapai 7.742 ton pada Juni. Ini menjadi sinyal bahwa Beijing berupaya memenuhi komitmennya menjelang tenggat 12 Agustus untuk menyelesaikan kesepakatan dagang jangka panjang dengan Washington.
Ekspor baja juga naik 10% menjadi 9,7 juta ton, rekor tertinggi meski ada tekanan proteksi dari AS, Eropa, Vietnam, dan India. Produk lain seperti sirkuit terpadu, mobil, dan kapal masing-masing naik 25,5%, 27,4%, dan 11,9%. Di sisi lain, impor kedelai dan minyak mentah masing-masing naik 10,4% dan 7,4%.
Relasi dagang AS-China menunjukkan perbaikan, menyusul pertemuan dua hari di London bulan lalu. Kedua pihak menyepakati kerangka kerja implementasi konsensus Swiss, termasuk pembukaan kembali ekspor logam tanah jarang dan pelonggaran kontrol atas etana, chip, dan suku cadang mesin jet.
"Perjanjian Jenewa dan kerangka London diperoleh dengan susah payah. Kami sedang mempercepat pelaksanaannya," kata Lingjun Wang, Wakil Direktur Bea Cukai China.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga menyebut pembicaraannya dengan Menlu China Wang Yi sebagai "konstruktif dan pragmatis". Ia menyatakan peluang pertemuan Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping "sangat tinggi".
Namun, ketegangan belum mereda sepenuhnya. Trump mengancam tarif baru 40% untuk transshipment dari negara ketiga seperti Vietnam, jalur yang biasa digunakan produsen China untuk menghindari bea masuk AS. Ekspor China ke Vietnam melonjak 23,8% bulan lalu, sementara impor dari Vietnam anjlok 13,7%.
Trump juga menyampaikan niat mengenakan tarif 10% terhadap negara-negara BRICS yang "anti-Amerika", langkah yang bisa memanaskan kembali tensi dengan Beijing.
China dijadwalkan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II pada Selasa (15/7/2025), dengan proyeksi Reuters menunjukkan ekspansi 5,1%, sedikit melambat dibanding kuartal sebelumnya.
(tfa/luc)