Fakta Terbaru! 49,29 Juta Warga RI Kerja Cuma 1-35 Jam per Minggu

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
Senin, 14/07/2025 06:56 WIB
Foto: Sejumlah pekerja berjalan pulang di Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (13/12/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Terus menyempitnya ketersediaan lapangan pekerjaan layak turut memengaruhi perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, hingga menyebabkan pelemahan daya beli masyarakat.

Salah satu ciri makin menyempitnya ketersediaan pekerjaan layak terlihat dari tren kenaikan jumlah pekerja tidak penuh waktu. Cakupan jenis pekerja ini menerima upah yang tak signifikan untuk mendorong kekuatan konsumsinya ke level yang optimal.


"Jadi bisa saja dia sebenarnya bekerja, cuma karena pekerjaannya tidak layak, ya tidak mampu juga, daya belinya berkurang, dan itu terjadi," ucap Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang juga merupakan Guru Besar FEB Unpad Arief Anshory Yusuf dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Senin (14/7/2025).

Mengutip definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS), kategori penduduk bekerja di Indonesia menurut jam kerja memang dibagi menjadi dua kriteria, pertama ialah pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) dan pekerja tidak penuh (jam kerja kurang dari 35 jam per minggu yakni dalam rentang 1 jam sampai 35 jam sepekan).

Dari definisi itu, jumlah pekerja penuh memang masih mendominasi, yakni mencapai 66,19% dari total penduduk bekerja yang sebanyak 145,77 juta orang, berdasarkan data BPS teranyar per Februari 2025. Artinya, total pekerja yang masa kerjanya di atas 35 jam sepekan atau lebih dari 1,5 hari dalam satu minggu sebanyak 96,48 juta orang.

Sedangkan pekerja tidak penuh, yang masa kerjanya hanya 1 jam sampai dengan 35 jam sepekan, atau kurang dari 1,5 hari dalam seminggu hanya sebanyak 33,81% dari total penduduk bekerja. Jumlahnya sekitar 49,29 juta orang.

Foto: Penduduk berkerja menurut jam kerja. (Dok. BPS)
Penduduk berkerja menurut jam kerja. (Dok. BPS)

Bila dibedah lebih dalam, data penduduk bekerja menurut jam kerja yang tidak penuh trennya mengalami kenaikan, sedangkan pekerja penuh cenderung mengalami penurunan.

Data per Februari 2025 lebih rendah dari catatan porsi pekerja penuh per Agustus 2024 yang sebesar 68,07%. Namun, dibanding data per Februari 2024 masih lebih tinggi karena saat itu hanya 65,60%, walaupun dibanding data per Februari 2023 yang porsinya 66,48% masih lebih rendah lagi.

Sementara itu, untuk pekerja tidak penuh, kategorinya dibagi lagi ke dalam dua kriteria. Kriteria pertama ialah pekerja paruh waktu yang per Februari 2025 jumlahnya mencapai 25,81% dari total penduduk bekerja atau setara 37,62 juta orang.

Catatan ini lebih tinggi dari kondisi Agustus 2024 yang sebesar 23,94%, namun, sedikit lebih rendah dari posisi Februari 2024 yang sebanyak 25,88% dari total penduduk. Dibanding catatan per Februari 2023 juga masih lebih rendah karena saat itu 26,61%.

Sedangkan kategori kedua ialah setengah pengangguran (kurang dar 35 jam sepekan dan masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan lain), jumlahnya setara 8% dari total penduduk bekerja, atau sebesar 11,67 juta orang pada Februari 2025.

Porsi jumlah pekerja setengah pengangguran ini naik tipis bila dibandingkan catatan per Agustus 2024 yang sebesar 7,99%, namun masih lebih rendah dibanding catatan per Februari 2024 yang sebesar 8,52%. Tapi, dibanding catatan per Februari 2023 jauh lebih tinggi karena saat itu jumlahnya hanya 6,91% dari total penduduk bekerja.

Di sisi lain, kondisi penduduk bekerja di Indonesia berdasarkan statusnya juga masih didominasi pekerja informal, mencapai 59,40% atau setara 86,58 juta orang. Jumlah pekerja yang terserap pada kegiatan formal hanya sebesar 40,60% dari total penduduk bekerja per Februari 2025 atau 59,19 juta orang.

Porsi pekerja yang masuk ke kegiatan formal itu bahkan jauh lebih rendah dari catatan per Agustus 2024 yang sebanyak 42,05%, Februari 2024 masih sebanyak 40,83%, dan Agustus 2023 pun masih sebesar 40,89%%.

Untuk pekerja yang bekerja di kegiatan informal justru terus mengalami peningkatan porsinya. Sebab, lebih tinggi dibanding poorsi per Agustus 2024 sebesar 57,95%, Februari 2024 sebanyak 59,17%, dan Agustus 2023 sebesar 59,11%.

"Jadi, ketika COVID itu, orang banyak yang menganggur dari pekerjaan formal. Cuma ketika ada recovery, itu tidak balik lagi. Jadi pekerjaan formal itu tetap saja segitu," tutur Prof Arief.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lapangan Kerja Sulit, BP2MI Sarankan Cari ke Luar Negeri