Waspada! Selain Tarif Impor, Ada Ancaman Besar Lain dari AS Buat RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Center for strategic and international Studies (CSIS) menilai terdapat isu perdagangan global lebih besar yang perlu diperhatikan oleh pemerintah di luar tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Hal ini terkait dengan rencananya pemerintah AS akan mengenakan tarif kepada pengalihan ekspor lewat negara ketiga atau transhipment.
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Riandy Laksono menjelaskan bahwa AS nantinya tidak lagi menggunakan prinsip Most Favoured Nation (MFN) atau memberlakukan semua mitra dagangnya dengan sama tanpa diskriminasi.
Adapun tujuan dari transhipment ini adalah untuk menghambat barang-barang yang dikirimkan oleh negara lain untuk menghindarkan tarif tinggi.
"Jadi tidak ada inisiatif untuk mengakali perdagangan dikirim dari negara A ke negara B untuk murah tarifnya tidak ada inisiatif seperti itu nah karena tarifnya sekarang berbeda-beda," ujar Riandy dalam media briefing CSIS, Kamis (10/7/2025).
"Tidak hanya made in China tapi made by China nah ini prinsip MFN, biasanya ke semua negara sama tetapi lower tarif untuk beberapa negara saja, sementara negara lain tinggi jadi transhipment ada karena penyimpanan itu sendiri," tambahnya.
Riandy menjelaskan, dengan adanya pengenaan transhipment, tarif impor yang dikenakan bisa lebih tinggi dari yang sudah ditetapkan per negara. Seperti contoh, jika suatu negara dikenakan tarif impor 20% dan tidak bisa membuktikan bahwa barang tersebut bukan transhipment, AS bisa mengenakan tarif tambahan menjadi 40%.
AS pun kini tengah memperluas cakupan definisi dari transhipment. Tidak hanya pada produk, tapi juga investasi dan penguasaan industri.
"Kalau pabriknya pindah dari China misalnya ke Indonesia, untuk menghindari tarif tinggi juga bisa dilabeli transhipment kalau pabrik itu membawa barangnya dari China jadi, ini bukan sekedar tarif tapi ini adalah mengganggu rata yang masuk ke kawasan," ujarnya.
(haa/haa)