AS Tahan Pengiriman Senjata ke Kyiv, Ukraina Terancam-Rusia Syukuran
Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia menyambut baik keputusan Amerika Serikat (AS) yang menangguhkan sebagian pengiriman senjata ke Ukraina. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa langkah ini mempercepat berakhirnya konflik di Ukraina.
"Makin sedikit rudal asing memasuki Ukraina, makin dekat akhir operasi militer khusus," kata Peskov kepada wartawan, seperti dikutip kantor berita negara Tass, Jumat (4/7/2025).
Penangguhan pengiriman ini dikonfirmasi Gedung Putih awal pekan ini. Amerika menghentikan pasokan beberapa sistem senjata utama, termasuk rudal untuk pertahanan udara Patriot, sistem Stinger, amunisi howitzer, serta rudal udara-ke-darat.
Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih Anna Kelly menyebut keputusan itu dibuat "untuk mengutamakan kepentingan Amerika" setelah meninjau ulang belanja militer dan bantuan luar negeri.
Langkah Washington ini menuai kecemasan di Ukraina dan di antara sekutunya. Serangan drone dan rudal Rusia terhadap sasaran sipil melonjak tajam dalam beberapa pekan terakhir, sementara kemampuan pertahanan Ukraina dikhawatirkan semakin terbatas.
"Ukraina membutuhkan senjata pertahanan udara lebih dari sebelumnya, karena Rusia meningkatkan serangan harian mereka terhadap sasaran sipil," kata CEO dan pendiri Hope for Ukraine, Yuriy Boyechko.
Kementerian Luar Negeri Ukraina bahkan memanggil Kuasa Usaha AS, John Ginkel. Wakil Menlu Mariana Betsa menyebut bahwa penundaan bantuan "hanya akan mendorong Rusia untuk melanjutkan perang dan teror."
Peskov sebelumnya juga mengeklaim, tanpa bukti, bahwa keputusan AS ini disebabkan oleh gudang senjata Washington yang mulai kosong.
Sementara itu, Institut Studi Perang (ISW) menyebut bahwa pembekuan bantuan akan menguatkan strategi Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memenangkan perang melalui taktik perang panjang dan lambat, sambil menunggu dukungan Barat ke Ukraina melemah.
Di tengah ketidakpastian, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pihaknya masih mengklarifikasi rincian kebijakan baru AS tersebut. Di Washington, beberapa anggota parlemen, termasuk Brian Fitzpatrick (R-PA), meminta pengarahan darurat dari Gedung Putih dan Departemen Pertahanan.
(luc/luc)