Demi Pertumbuhan Ekonomi 8%, Wamen Investasi Benahi Masalah Klasik Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM tengah melakukan revisi terhadap tiga peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Revisi aturan ini diharapkan dapat mempercepat realisasi investasi serta capaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada tahun 2029.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu memaparkan ketiga aturan yang dimaksud yakni Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 3 Tahun 2021 yang mengatur tentang Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi secara Elektronik.
Kemudian, Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 4 Tahun 2021 secara spesifik mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal.
Serta, Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 5 Tahun 2021, yang mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
"Pemerintahan ini mempunyai target pertumbuhan ekonomi menuju kepada langkah 8%. Ini adalah angka yang cukup ambisius, tetapi juga cukup realistis apabila bisa dikerjakan," kata Todotua dalam acara Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, dikutip Jumat (4/7/2025).
Ia kemudian membandingkan, pada sepuluh tahun pemerintahan sebelumnya, capaian realisasi investasi hanya sekitar Rp 9.900 triliun. Sementara, pada pemerintahan saat ini untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%, maka dalam waktu lima tahun ke depan harus mencapai Rp 13.000 triliun.
"Kalau dalam 10 tahun pemerintahan sebelumnya, itu pencapaian angka realisasi investasi di angka kurang lebih sekitar Rp 9.900 triliun, maka dalam 5 tahun ke depan untuk kita menuju kepada angka 8% ini, kita membutuhkan angka realisasi investasi di angka Rp 13.000 triliun," ujarnya.
Ia pun mengungkapkan bahwa untuk tahun ini target investasi ditingkatkan menjadi Rp 1.900 triliun. Adapun, realisasi investasi pada triwulan pertama telah mencapai Rp 465 triliun, dan laporan awal untuk triwulan kedua juga menunjukkan hasil yang masih aman.
"Triwulan kedua, triwulan pertama itu sekitar Rp 465 triliun realisasi investasi. Kemudian di triwulan kedua, saya sudah mulai dari hari Senin dilaporkan oleh Deputi angka ini cukup relatif aman lah. Dan kalau dari para deputi saya ini sampaikan, mudah-mudahan triwulan kedua kita masih aman," ujarnya.
Meski demikian, ia mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengantisipasi tantangan yang ada, khususnya pada triwulan ketiga dan keempat. Pasalnya, realisasi investasi sejatinya sangat bergantung pada pelayanan perizinan.
Ia lantas menceritakan bahwa Indonesia sempat kehilangan potensi investasi hingga mencapai Rp 2.000 triliun pada tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh berbagai persoalan klasik mulai dari faktor perizinan hingga iklim investasi yang belum kondusif.
"Kita menemukan angka di tahun 2024, itu angka unrealisasi investasi itu. Itu sekitar 1.500an mungkin tembus ke angka 2.000 triliun. Unrealisasi investasi, kenapa? Karena persoalan-persoalan seperti kayak begini," ujarnya.
(pgr/pgr)