Kapan Aturan PPh Merchant di E-Commerce Berlaku? Ini Kata Dirjen Pajak

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
02 July 2025 08:20
Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto saat Konferensi Pers APBN KITA bulan Juni 2025 di Jakarta, Selasa (17/62025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto saat Konferensi Pers APBN KITA bulan Juni 2025 di Jakarta, Selasa (17/62025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah merampungkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang akan menjadi landasan hukum untuk meminta platform e-commerce memungut pajak atas pendapatan hasil penjualan secara daring para pelapak atau merchant.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengatakan, PMK itu kini sudah dalam tahap finalisasi di Kementerian Sekretarian Negara.

"Kita tunggu saja, masih di Mensesneg. Jadi proses, sedang proses, finalisasi," ucap Bimo di kawasan DPR, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Karena masih dalam proses perampungan penerbitan, Bimo enggan mengungkapkan rencana pemberlakuan kebijakannya, apakah akan dilakukan pada semester II-2025 atau tahun berikutnya.

"Kalau spekulasi seperti itu ya, anggap saja spekulasinya Anda. Saya enggak mau spekulasi, dan enggak mau jawab pakai spekulasi. Tunggu saja," tegas Bimo.

Meski belum mau mengungkapkan target pemberlakuan, Bimo meyakinkan bahwa pemerintah sudah memiliki hitung-hitungan dari dampak ekonomi pelaksanaan kebijakan perpajakan itu. Selain itu, juga sudah ada kajian kongkret mengapa kebijakan itu harus ditetapkan.

"Ada, nanti saya rilis, tapi jangan sekarang," ungkap Bimo.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu sebelumnya mengungkapkan, kebijakan itu dalam rangka menciptakan skema perpajakan yang adil antara para pelaku usaha yang menjual dagangannya secara daring atau online, maupun yang konvensional atau secara offline.

Sebab, melalui rancangan kebijakan itu, pemerintah sebatas ingin memasukkan data transaksi para pelaku usaha yang ada di marketplace atau e-commerce ke dalam sistem perpajakan pemerintah. Selama ini, ia sebut pemerintah belum mampu mencatat perpajakan di sektor perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), termasuk PPh nya.

"Jadi intinya kalau perdagangan itu kan melalui sistem elektronik dan non-elektronik. Kalau non-elektronik kan enggak ada masalah ya, semua pakai faktur, sebagainya, terdata," tutur Anggito saat ditemui di kawasan Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025).

Anggito pun menegaskan, kebijakan ini sebetulnya bukan barang baru karena sempat mau diterapkan pada 2018 silam. Saat itu, penerapannya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce), namun dicabut dengan PMK No. 31/PMK.010/2019.

"Tapi kan dibatalkan. Jadi tidak ada hal yang baru, tidak ada tarif pajak yang barudan itu kan ketentuan mengenai tarifnya, nantikan kita akan sampaikan pada waktunya ya. Jadi sampai sekarang saya belum bisa sampaikan," papar Anggito.

Ia juga menekankan, melalui skema ini nantinya pemerintah tidak akan mengenakan pajak berganda bagi para pedagang online, apabila mereka melakukan perdagangan juga secara offline, sebab mekanisme ini sebatas untuk mendata kepatuhan pajak para pelaku usaha yang mendapatkan hasil dari transaksi di dalam negeri.

"Kan kita ingin melakukan dua hal. Satu, pendataan. Yang kedua adalah perlakuan yang sama, yang mirip lah antara yang online sama offline," tutur Anggito.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jadi Pilihan Konsumen, 5 Brand FMCG Ini Raih EPIC Awards

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular