
Broker Rusak Harga Ayam di RI, Pengusaha Usul Pemerintah Tiru Thailand

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk (SIPD) Antoni J. Supit menilai perlunya pembenahan menyeluruh dalam sistem distribusi dan pemasaran ayam. Dia optimistis, langkah itu dapat menjawab tantangan kelebihan pasokan, harga jual yang merosot di tingkat peternak rakyat, serta lemahnya daya beli masyarakat.
Menurutnya, keberadaan perantara atau broker dalam rantai pasok perunggasan turut memperkeruh keadaan. Karena itu, ia mendorong adanya dialog terbuka antara pelaku usaha dan peternak untuk mencari solusi bersama. Salah satunya, peternak didorong agar bisa menjual hasil produksinya langsung ke pasar demi menekan potensi jatuhnya harga.
"Cuma mereka kan perlu hidup, jadi memang kita perlu duduk bersama-sama bagaimana mencari rumusan. Jangan hanya karena saya hidup, saya mematikan yang lain. Nah, mari kita bicara," ujar Antoni dalam Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Senin (30/6/2025).
Antoni menilai, selama ini penyelesaian hanya bersifat tambal sulam. Ketika harga anjlok, muncul instruksi menjual dengan batas harga tertentu, tapi gudang tetap penuh dan ayam akhirnya terbuang.
Untuk mengakhiri lingkaran masalah ini, ia mengusulkan agar pemerintah bersama pelaku usaha merancang grand design perunggasan nasional. Desain besar itu menurutnya harus mencakup berbagai aspek, dari tata niaga, akses pasar, hingga efisiensi produksi.
"Kalau usul kami adalah membuat grand design untuk perunggasan ke depan dengan acuan. Kalau saya boleh usul, benchmark kita Thailand," katanya.
Ia membandingkan efisiensi industri ayam di Thailand, di mana proses dari ayam hidup hingga menjadi produk siap ekspor dilakukan dalam satu mata rantai. Bahkan petani jagung pun diberdayakan dalam ekosistem yang rapi, mulai dari pembenihan hingga pembayaran hasil panen secara langsung dan transparan.
"Saya pernah lihat satu pabrik di Thailand, masuk ayam hidup, keluarnya dalam bentuk dus. Siap ekspor ke Inggris. Nah ini kan sangat efisien," tutur dia.
Solusi Jangka Pendek: Peternak Akses Langsung ke Pasar
Antoni juga menyarankan agar peternak rakyat diberi akses langsung ke pasar, sehingga bisa menjual ayam tanpa harus bergantung pada perantara atau broker yang sering menekan harga.
"Salah satu cara adalah mempunyai akses langsung kepada lebih dekat dengan konsumen," tukasnya.
Ia mencontohkan wacana kerja sama dengan Pasar Jaya agar peternak mandiri bisa memasok langsung ayam karkas ke pasar ibu kota. Namun, kendala sistem pembayaran menjadi tantangan tersendiri.
"Waktu itu ditanya, pembayaran bagaimana? Dijawab Pasar Jaya, 'Kita bayarnya dua atau tiga minggu'. Wah, peternak keberatan. Saya bilang ada solusinya, yakni sistem factoring. Jadi begitu mereka serahkan ayam ke Pasar Jaya, dengan tanda terima ini, dia ke Bank DKI saja. Banyak cara yang kita bisa cari dan semua happy," jelas Antoni.
Menurutnya, pendekatan seperti ini akan menguntungkan semua pihak, yang mana peternak bisa tetap hidup, konsumen mendapat produk dengan harga wajar, dan tata niaga jadi lebih sehat.
Ekspor Masih Berat, Biaya Produksi Tinggi
Meski produksi ayam dalam negeri berlimpah, Antoni mengakui Indonesia masih sulit untuk masuk pasar ekspor. Hal ini lantaran biaya produksi yang tinggi, terutama akibat mahalnya harga jagung sebagai pakan ayam.
"Kita tidak bisa ekspor karena memang memproduksi ayam itu di Indonesia cukup mahal. Jagung mahal, karena tergantung musim. Dan ada restriksi juga tidak boleh impor," katanya.
Untuk itu, ia menekankan perlunya membangun ekosistem dari hulu ke hilir, termasuk memperbaiki sistem budidaya jagung dalam negeri agar peternakan ayam jadi lebih efisien.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Peternak Ayam Kena Petaka Harga, Ombudsman Tunjuk Biang Kerok Asli
