
Negara Ini Mau Tenggelam, Sepertiga Warga Ajukan Pindah ke Tetangga RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekhawatiran akan tenggelamnya negara akibat perubahan iklim memuncak dii negara kecil Pasifik, Tuvalu. Lebih dari sepertiga populasinya telah mengajukan permohonan untuk program visa iklim Australia.
Duta Besar Tuvalu untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tapugao Falefou mengungkapkan bahwa jumlah pelamar yang sangat besar untuk visa ini mengejutkan dirinya dan komunitas Tuvalu. Menurutnya, komunitas kecil ini antusias mengetahui siapa saja yang akan menjadi kelompok migran iklim pertama dari negaranya.
"Saya sangat terkejut dengan banyaknya orang yang menginginkan kesempatan ini," ujarnya kepada Reuters, Minggu (30/6/2025).
Tuvalu, negara berpenduduk sekitar 11.000 orang yang terdiri dari sembilan atol kecil yang tersebar di Samudra Pasifik antara Australia dan Hawaii, dikenal sebagai salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Para ilmuwan memperkirakan bahwa kenaikan permukaan laut yang semakin cepat akibat pemanasan global dapat menyebabkan negara ini tenggelam seluruhnya pada akhir abad ini.
Menurut proyeksi ilmuwan NASA, hingga 2050, setengah dari atol utama Funafuti - rumah bagi sekitar 60% populasi Tuvalu - akan berada di bawah air setiap hari karena pasang laut, jika kenaikan permukaan laut mencapai 1 meter. Dalam skenario terburuk, yaitu kenaikan 2 meter, 90% wilayah Funafuti akan tenggelam.
Rata-rata ketinggian daratan di Tuvalu hanya sekitar 2 meter di atas permukaan laut, dan selama tiga dekade terakhir, permukaan laut di wilayah ini telah naik sekitar 15 sentimeter, atau satu setengah kali lebih cepat dari rata-rata global.
Pemerintah Tuvalu telah berusaha mengantisipasi krisis ini dengan membangun 7 hektare daratan buatan, dan merencanakan ekspansi lebih lanjut dengan harapan dapat bertahan hingga tahun 2100.
Adapun dalam kerangka perjanjian iklim dan keamanan bilateral antara Australia dan Tuvalu yang ditandatangani pada 2023 - dikenal sebagai Falepili Union Treaty - Australia membuka program visa khusus bagi warga Tuvalu yang terdampak perubahan iklim. Visa ini memberikan hak untuk tinggal, bekerja, dan belajar di Australia, termasuk akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan setara warga negara Australia.
Program visa tersebut resmi dibuka bulan ini, dan hingga akhir Juni sudah tercatat 1.124 aplikasi individu, yang jika dihitung beserta anggota keluarga, berjumlah total 4.052 orang. Jumlah ini setara dengan lebih dari sepertiga populasi Tuvalu.
Visa ini dibatasi 280 orang per tahun, untuk menghindari terjadinya migrasi massal penduduk berpendidikan dan tenaga kerja muda dari Tuvalu.
Menurut Falefou, program ini juga membawa harapan tambahan bagi perekonomian warga yang masih tinggal di Tuvalu.
"Pindah ke Australia di bawah perjanjian Falepili Union dalam beberapa hal akan memberikan remitansi tambahan bagi keluarga yang tinggal," jelasnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' Muncul di Pakistan, Sungai Berubah Jadi Daratan Luas
