China Respons Keras Warning NATO, Sebut Kelewatan & Sudah Jadul
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China telah memberikan tanggapan keras terhadap apa yang disebutnya sebagai disinformasi yang memicu konfrontasi kepada aliansi militer NATO. Hal ini terjadi Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menyuarakan kekhawatiran mengenai "penumpukan militer besar-besaran" Beijing dan dukungannya terhadap Rusia dalam perang di Ukraina.
Dalam konferensi pers, Kamis (26/6/2025), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menuduh Rutte memperburuk ketegangan global dengan pernyataannya dan menjelek-jelekkan perkembangan militer Beijing. Menurutnya, ini hanyalah alasan lain bagi NATO untuk secara drastis meningkatkan pengeluaran dan kehadiran di Asia-Pasifik.
"NATO mengeklaim dirinya sebagai organisasi regional tetapi terus melampaui cakupan geopolitik yang ditetapkan dalam perjanjiannya dan menggunakan konektivitas keamanan Eurasia sebagai alasan untuk memiliki kehadiran di Asia-Pasifik," ujarnya, dikutip dari Newsweek.
"Masyarakat internasional melihat ini dengan jelas dan negara-negara di Asia-Pasifik berada dalam siaga tinggi."
Guo juga mengomentari pernyataan Rutte terkait Ukraina. Ia menegaskan China berkomitmen pada pembicaraan damai dan secara aktif mempromosikan penyelesaian politik krisis. Ia juga menegaskan bahwa Beijing tidak pernah menyediakan senjata kepada pihak mana pun dalam konflik dan mengontrol ekspor barang-barang dengan penggunaan militer.
"Jika NATO benar-benar peduli dengan keamanan di Eropa dan dunia, mereka harus berhenti mengipasi api dan memicu konfrontasi," tambahnya.
"China mendesak NATO untuk meninjau kembali apa yang telah mereka lakukan, mengindahkan seruan keadilan dalam komunitas internasional, meninggalkan mentalitas Perang Dingin tentang konfrontasi global, serta permainan zero-sum. Ini adalah konsep-konsep yang sudah usang."
NATO, sebuah aliansi pertahanan kolektif pimpinan AS yang berpusat di Eropa, semakin mengalihkan perhatiannya ke China dalam beberapa tahun terakhir. Aliansi ini memandang raksasa Asia tersebut sebagai tantangan sistemik karena pengaruh globalnya yang semakin besar, aktivitas siber, spionase, dan semakin dalamnya keselarasan strategis dengan Rusia.
Menjelang KTT NATO di Belanda, Rutte berbicara tentang pentingnya hubungan aliansi dengan kekuatan Asia-Pasifik, menyebut Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, khususnya dalam konteks penumpukan militer China. Dua sekutu NATO, AS dan Inggris, telah memulai kemitraan dengan Australia untuk menyediakannya kapal selam nuklir jarak jauh dan meningkatkan patroli.
Rutte juga sebelumnya mengatakan NATO khawatir tentang China dan Korea Utara yang "menggandakan" dukungan untuk Rusia dalam "serangan tak beralasan di Ukraina" oleh Moskow. Beijing sejauh ini menyangkal mengirimkan senjata apa pun, namun tetap menerima aliran energi asal Rusia.
(tps/luc)