Pakar UMKM Beri Masukan Ini Soal Pajak Merchant E-Commerce

Zahwa Madjid, CNBC Indonesia
Kamis, 26/06/2025 15:30 WIB
Foto: Desain : Freepik.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mempersiapkan rancangan peraturan terkait penunjukan platform marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk para merchant yang berjualan.

Kebijakan ini dinilai dapat memicu kekhawatiran bagi pelaku usaha ultra mikro yang masih merintis usahanya secara daring.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) sekaligus pakar UMKM, Dewi Meisari mengatakan kebijakan pajak digital sebaiknya dievaluasi lebih seksama serta diselaraskan dengan ekosistem potongan biaya platform yang sudah cukup memberatkan pelaku usaha kecil.


"Saat ini sudah ada UU Harmonisasi Pajak yang di dalamnya menggratiskan Pajak bagi Usaha Mikro Perorangan yang omzetnya di bawah Rp500 juta per tahun. Jangan sampai usaha mikro yang baru-baru mulai jualan juga kena pajak," ujar Dewi kepada CNBC Indonesia, Kamis (26/6/2025).

Dewi pun menjelaskan bahwa pemungutan pajak ini bisa mendorong penjual berpindah ke platform informal, seperti WhatsApp. Pasalnya, aplikasi pesan singkat tergolong sebagai aplikasi komunikasi pesan instan, datanya tidak bisa diakses oleh pemerintah karena dienkripsi ujung ke ujung atau end-to-end.

Hal tersebut dapat menghambat pemerintah dalam mengumpulkan data agregat sebagai perumusan kebijakan.

"Sebenarnya pemerintah itu diuntungkan kalau banyak orang transaksi di e-commerce, karena pemerintah bisa minta data-data aggregate yg penting untuk kebijakan melalui e-commerce. Narasi pajak e-commerce ke UMKM ini bisa pacu orang untuk kembali berjualan lewat Whatsapp aja," ujarnya.

Sebagai informasi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Rosmauli sebelumnya menegaskan bahwa UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku.

Menurut Dewi, narasi pemajakan UMKM harus dibagi menjadi tiga kategori agar lebih adil dan tidak menimbulkan keresahan.

"Narasi perluasan basis pajak ke UMKM ini sebenarnya meresahkan. Mungkin ada baiknya untuk mulai membelah isu atau mendistribusikan narasi ke dalam 3 kategori UMKM," ujarnya.

Adapun ketiga kategori yang dimaksud adalah:

  1. Usaha Ultra Mikro: yaitu segmen yg omsetnya Rp500 juta ke bawah menjadi kelompok 1
  2. Usaha Mikro, yang omsetnya antara Rp 500 juta - Rp2 miliar per tahun menjadi kelompok 2
  3. Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan o mset 2 - 50 miliar per tahun menjadi kelompok 3


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sri Mulyani Bakal Pajaki Pelapak di Shopee hingga Tokopedia Cs