
Kutukan Sanksi Mulai Gigit Putin, Keuangan Rusia di Ujung Tanduk

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi keuangan Rusia dilaporkan mulai berada pada posisi yang kurang baik. Hal ini mendorong Negeri Beruang Merah untuk mulai melego sejumlah aset-aset yang disita oleh Kremlin untuk kebutuhan perang.
Mengutip Newsweek, Minggu (23/3/2025), Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov pekan lalu bertemu dengan Rosimushchestvo, badan federal Rusia untuk manajemen properti. Dalam kesempatan itu, ia mengumumkan manuver privatisasi besar demi mengumpulkan 300 miliar rubel (Rp60 triliun).
Manuver ini akan dilakukan dengan melelang aset-aset tersebut. Kementerian Keuangan Rusia telah menambahkan lusinan entri baru ke dalam daftar aset sitaan pemerintah federal yang dijadwalkan untuk diprivatisasi dalam dua tahun ke depan, dan lelang dijadwalkan pada kuartal kedua tahun 2025.
"Kami berencana untuk mengintensifkan privatisasi properti yang masuk ke kas negara," kata Siluanov, dikutip TASS.
"Strategi pengembangan baru untuk perusahaan milik negara harus disetujui untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam mencapai tujuan nasional."
Rencana ini muncul pasca Moskow menyita aset dan saham dari pemilik yang dituduh merugikan kepentingan nasional negara. Kantor Kejaksaan Agung Rusia telah mengajukan tuntutan hukum untuk menyita aset dari perusahaan yang dianggap membahayakan Moskow.
Presiden Rusia Vladimir Putin berdalih langkah ini bukanlah pembalikan privatisasi karena pemilik aset yang disita telah dianggap membahayakan keamanan negara. Diketahui, saat ini Rusia berada dalam ribuan sanksi ekonomi Barat karena keputusannya menyerang tetangganya, Ukraina.
Walau begitu, seorang kritikus Putin dan mantan menteri Rusia, Vladimir Milov, mengatakan bahwa usulan untuk menjual saham dan aset yang disita Kremlin tidak akan menarik pelaku pasar. Hal ini karena tetap adanya bayang-bayang negara yang membuat keputusan dari pihak swasta terkadang kurang diperhitungkan.
Apalagi, diketahui bahwa banyak aset yang disita berada di sektor industri militer, teknik, makanan, pelabuhan, dan real estat.
"Nilai aset yang benar-benar diprivatisasi dapat diabaikan karena selama lebih dari dua dekade, pemerintah Rusia mempertahankan kendali atas industri ekonomi utama dan tidak ingin melepaskan kepemilikan pemain strategis," tambah Milov.
Sementara itu, pakar ekonomi Rusia di Wilson Center, Boris Grozovski, mengatakan bahwa Siluanov sedang bergulat dengan kesulitan anggaran pemerintah, di mana Moskow saat ini diketahui masih menghadapi perang. Maka itu, pendapatan dari privatisasi akan sangat membantunya.
"Siluanov mengalami kesulitan besar dengan anggaran untuk tahun 2025 dan seterusnya, dan 2-3 triliun (ruble) per tahun akan sangat membantunya. Itulah sebabnya ia mencetuskan ide ini," tuturnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Rusia di Jurang Nestapa, Inflasi Mencekik-Warga Curi Mentega
