Bukan Mimpi! Produksi TBS Petani Sawit Bisa Terbang 2x Lipat Pakai Ini

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
24 March 2025 10:50
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menyebut produktivitas kebun sawit petani bisa melonjak hingga dua kali lipat dalam lima tahun ke depan. Menurutnya, peningkatan dari rata-rata 9,2 ton tandan buah segar (TBS) per hektare per tahun menjadi 18,5 ton bukanlah angan-angan, melainkan target konkret yang bisa dicapai dengan dua langkah utama.

"Fokus kita adalah meningkatkan produktivitas kebun sawit petani. Kita punya strategi yang jelas, pertama, membangun model entitas koperasi petani. Dan kedua, memastikan koperasi ini bekerja sama dengan PAMER," kata Sahat kepada CNBC Indonesia, Senin (24/3/2025).

Sahat menilai, membangun koperasi petani adalah sebuah keniscayaan. Koperasi akan menjadi wadah bagi para petani untuk mengelola kebun secara kolektif dan efisien.

"Dengan konsep ini, kita tidak hanya meningkatkan produksi, tetapi juga mencapai tiga tujuan besar," sebutnya.

Adapun tiga tujuan yang dimaksud, pertama, mengentaskan kemiskinan. Dengan koperasi petani, maka petani sawit tidak hanya bergantung pada penjualan TBS, tetapi juga bisa memanfaatkan dan menjual biomassa yang dihasilkan untuk menambah pendapatan.

Kedua, menekan emisi karbon (low carbon emission). Ketiga, menghasilkan produk berupa Degummed Palm Mesocarp Oil (DPMO) bernutrisi tinggi, yang diharapkan bisa membantu pencegahan stunting dan kurang gizi.

Untuk merealisasikan ini, lanjut dia, maka dibutuhkan sekitar 1.460 koperasi petani sawit pada tahun 2025-2029. Setiap koperasi akan mengelola sekitar 4.710 hektare kebun sawit, dengan target produksi 18 ton TBS per hektare per tahun.

Agar koperasi berjalan dengan baik, perlu ada dukungan finansial. Di sinilah peran PAMER, yang akan berfungsi sebagai penjamin (guarantor) bagi petani dan pekebun sawit. Dengan adanya jaminan dari PAMER, petani akan lebih mudah mendapatkan pinjaman untuk meningkatkan produktivitas kebunnya.

Namun, Sahat menegaskan bahwa langkah ini hanya bisa berhasil jika koperasi beroperasi secara profesional.

"Koperasi harus memiliki perangkat dan personel yang mampu menjalankan Good Agricultural Practices (GAP), menyelesaikan sertifikasi ISPO, serta mampu menangkal penyakit tanaman sawit," jelasnya.

Untuk itu, koperasi juga akan bekerja sama dengan Asosiasi Ahli Kesehatan Tanaman Sawit (AKESTASI) guna memastikan kesehatan tanaman tetap terjaga.

Kendati demikian, konsep koperasi ini bukan tanpa tantangan. Sahat menyoroti pelajaran dari Afrika, di mana upaya serupa gagal karena petani masih cenderung bekerja secara individual.

"Belajar dari sistem yang diterapkan sehari-hari di Afrika, kemajuan tidak tercapai karena karakter petani sawit di sana yang masih cenderung individualistik," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Keok di WTO, Sawit RI Siap Banjiri Eropa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular